Kamis, 06 November 2014

MENTALITAS KORUPSI

ALLAH MURKA  


Hukum menjadi sebuah nilai .

Masyarakat Indonesia memiliki riwayat panjang dalam genggaman pejabat kafir semasa dijajah belanda. Semasa kecilku menjelang tidur orang tuaku bercerita betapa menderitanya kawan - kawannya harus menjalani siksaan penjajah belanda dengan tuduhan pemberontak . 

Pemberontak ?

Berangkat dewasa , aku masih terngiang cerita dan nasihat orang tuaku mengenai stempel pemberontak untuk bangsaku yang berjuang dalam rangka meraih sebuah nilai bangsa merdeka . Mereka yang ditangkap dengan tuduhan pemberontak tidak pernah menghadapi proses pengadilan yang agung dan adil . Mereka lama mendekam di balik terali besi yang kokoh menjalani kehidupan terpisah tanpa tata nilai pelayanan yang wajar sebagai insan yang bertuhan . 

Tanggal 17 Agustus 1945 , bangsaku merdeka .

Babak lanjutan sebuah bangsa yang jumlahnya sudah sangat besar mewarisi tata nilai hukum dari bekas penjajahnya , belanda . Kejahatan yang sifatnya kriminal umum dan atau berbau politik dijaring dengan  HIR. Aparat kepolisian secara kelembagaan pernah tergabung dalam kokarmendagri , artinya tidak mandiri sebagai penegak hukum kuat . 

Penyidik pembantu jaksa bisa dilakukan oleh aparat kepolisian , disisi lain bisa juga dibantu oleh Mantri Polisi Pamong Praja . Pejabat Mantri Polisi Pamong Praja adalah pegawai negeri sipil di kantor kecamatan yang bertanggung jawab kepada Camat Kepala Wilayah Kecamatan . Camat merupakan wakil Pemerintah Pusat di wilayah kecamatan . Proses hukum tindakan kriminal umum sangat simpel . Penjara di masa itu dipenuhi oleh pencuri , copet, nayap, perampok atau pembunuh .

Lahirnya Undang - undang Nomor 3 Tahun 1971 

Tahun 1971 adalah awal penataan sistem politik secara nasional yang melahirkan 10 ( sepuluh ) partai politik. Tahun 1971 menurut penulis adalah awal gebrakan politik era orde baru . Dengan gebrakan monoloyalitas yang ditekankan kepada seluruh pegawai negeri sipil dan jajaran pejabat desa, maka Sekretariat Bersama ( Sekber ) Golongan Karya memimpin percaturan politik kenegaraan. 

Undang - undang Nomor 3 Tahun 1971 sebagai alat pemberantasan terhadap kejahatan keuangan negara dan perekonomian negara menjadi panglima yang terpatri dalam pikiran seluruh jajaran penegak hukum . Korupsi adalah tindakan melawan hukum yang memenuhi kaidah hukum formil dan hukum materiil . Artinya Jaksa Penuntut Umum wajib membuktikan juga akibat riil terjadinya kerugian keuangan negara atau kerugian keuangan pemerintah daerah. 

Seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh keputusan Kepala Kejaksaan Negeri , pasti mendapat keputusan itu manakala dipanggil untuk dimintai keterangan jaksa penyidik sebagai tersangka. Kepolisian pada waktu itu hanya menangani pelaku kriminal umum . Penetapan tersangka oleh Kepala Kejaksaan Negeri pasti sudah ada dua alat bukti yang kuat dan sah sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan . Artinya , tahapan tindakan penyelidikan-nya sangat matang, proporsional dan profesional . Itulah gambaran integritas jaksa-jaksa dahulu ketika mengemban amanat penegakan hukum dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 .

Lahirnya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 .

Dilatar-belakangi ketidak mampun jaksa-jaksa dalam menemukan alat bukti berupa sebuah kerugian keuangan negara , Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 ditinjau kembali / diubah dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 . Sebenarnya, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juga mendiskripsikan bahwa korupsi adalah perbuatan melawan hukum secara formil dan secara metriil . 

Tahun 2006 Undang-undang ini dikritisi salah seorang warga negara Indonesia ( Jakarta ) yang mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang tersebut terkait dengan kata "dapat menimbulkan kerugian keuangan negara " . Pemohon beralasan bahwa dengan menekankan kata " dapat " bisa jadi Hakim akan menghukum seseorang yang terbukti secara formil melakukan perbuatan melawan hukum walaupun akibat kerugian keuangan negara / daerah belum terjadi . Mahkamah Konstitusi terhanyut dengan retorika saksi dari Kemankumham dan Komisi III DPR RI yang menyatakan bahwa korupsi merupakan perbuatan kejahatan yang luar biasa dan oleh karenanya penanganannya juga harus dilakukan dengan luar biasa. Perbuatan melawan hukum yang telah dapat dibuktikan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan secara formil sudah cukup untuk memenjarakan seseorang asal perbuatan melawan hukum itu diperkirakan berpotensi dapat menimbulkan kerugian keuangan negara / daerah . Mahkamah Konstitusi juga berpendapat bahwa oleh karena dasar aspek materiil dalam Undang-undang tersebut tidak menjamin kepastian hukum , artinya bisa jadi suatu perbuatan melawan hukum yang di suatu daerah dikatakan korupsi, tetapi di daerah lainnya tidak termasuk perbuatan korupsi maka sepanjang sudah dapat dibutkikan secara formil sudah cukup dan hakim harus menjatuhkan vonis kepada terdakwa. Kata "dapat" ini menjadi sorotan ahli hukum yang bersaksi dalam sidang Mahkamah Konstitusi , tetap diabaikan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi menetapkan putusan Nomor 03 / 2006 yang tetap mempertahankan kata " dapat " di depan kalimat  " menimbulkan kerugian keuangan negara " . Artinya, bahwa seseorang akan mudah dijatuhi hukuman manakala Hakim yakin bahwa tindakan pelaku berpotensi dapat menimbulkan kerugian keuangan negara / daerah .

Dalam kajian secara sosial religius , tidak akan dapat ditemukan alasan pembenar menghukum seseorang yang secara nyata belum menimbulkan akibat kerugian apapun. Dengan Undang-undang ini para petinggi negara Indonesia justru membenarkan tindakan penegakan hukum yang salah. Dan di dalam prakteknya ternyata kekhawatiran banyak kalangan bahwa akan banyak korban yang tidak bersalah akan dihukum sudah terbukti . Para ahli barangkali bisa melakukan cek ricek ke pengadilan tipikor semarang dan meneliti proses hukum sejak awal di tingkat penyelidikan / penyidikan . 

Allah SWT berfirman dalam surah Al Ma-idah ayat 8 yang artinya : 
 
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 

Dengan renungan hati yang paling dalam atas peringatan Allah SWT tersebut dapat kita simpulkan bahwa :

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Nomor 20 Tahun 2001 benar-benar tidak mencerminkan kepatuhan bangsa Indonesia terhadap ketetapan Allah SWT , sebab dengan Undang-undang tersebut tidak akan lahir rasa keadilan bagi pihak-pihak yang tidak pernah merugikan keuangan negara mendapatkan perlakuan sewenang-wenang . 
Dengan Undang-undang tersebut akan banyak para pejabat pemerintahan daerah yang melakukan tindakan administrasi negara atau tata usaha negara akan mudah direkayasa menjadi berperkara pidana .
Dengan Undang-undang tersebut dapat digunakan sebagai alat balas dendam atau melampiaskan kebencian pihak yang berkepentingan terhadap pihak yang tidak disukai ( bisa secara politis atau alasan lainnya ).

Hukum adalah sebuah tatanilai masyarakat yang disepakati untuk dipatuhi bersama . 

Perbuatan korupsi dalam pandangan kalangan politisi ( DPR RI ) dan Mahkamah Konstitusi ketika mensikapi pembentukan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 , sudah tidak lagi disusun oleh kalangan yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT . 

Di dalam Al Qur'an surah As Shaff ayat 10 - 13 Allah berfirman: 

Ya ayyuhallladzina amanu, hal adullukum 'ala tijaratin tunjikum min 'adzabin alim .  Tukminuna billahi wa rasulihi wa tujahiduna fi sabilillahi bi amwalikum wa anfusikum, dzalikum khairullakum in kuntum ta'lamun . Yaghfirlakum dzunubakum wa yudkhilkum jannatin tajri mantahtihal anharu wamasakina toyibatan fi jannatin 'adn. Dzalikum fauzul 'adzim . Wa uhra tuhibbunaha nashrun minallahi wa fatkhun qaribun , wa basysyiril mukminina . 

Yang artinya : 
 
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
12. niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar.
13. dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.

Siapapun yang menjual belikan hukum sebagai tatanilai dengan harga yang murah , tidak untuk menegakkan keadilan , hanya untuk melampiaskan kebenciannya kepada pihak tertentu ,  pasti akan mendapatkan balasan azab yang sangat pedih dari Allah SWT . 

Para pembaca dapat mengingat kembali Firman Allah SWT di dalam surah Al Ma-idah ayat 10 : 

Walladzina kafaru wa kadzdzabu bi ayatina ulaaika ashkhabul jakhim. 

Yang artinya : 

Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu adalah penghuni neraka.

Allah menyebut dirinya "kami" , hal itu menunjukkan bahwa keadilan menurut Allah SWT yang telah cukup jelas disebutkan di dalam Al Qur'an , dapat diwujudkan manakala manusia ( polisi / jaksa / hakim ) sebagai bagian dari "kami" tadi ahlaqnya baik, kualitas imannya bagus, dan benar-benar tidak melakukan penyimpangan hukum yang benar. 

Oleh karena Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tidak benar , maka "kami" sebagai subjek yang harus menegakkan kebenaran tidak akan bisa mewujudkan tegaknya kebenaran yang diperintahkan Allah SWT.

Dengan demikian jelaslah bahwa Allah SWT hanya akan membalas dan menyiksa hambaNya yang benar-benar telah melakukan perbuatan tidak adil, membalas perbuatan yang membiarkan berlakunya peraturan perundangan yang salah , perbuatan penegak hukum yang menghasilkan penganiayaan kepada pihak lain yang tidak bersalah .

Allah SWT berfirman di dalam surah As Syura ayat 31 : 
Wama antum bimu’jiyiina fil arldhi , wama lakum dunillahi min waliyyi wala nashir . 

Yang artinya :
dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah.


Di dalam surah As Syura ayat 38 - 41 Allah SWT berfirman :

Walladzinas tajabu li rabbihim wa aqamush shalata wa amruhum syura bainahum wa mimma razaknahum yunfiqun. Walladzina idza ashabahumul baghyuhum yantashirun . Wa jayaau sayyiatin sayyiatun mitsluha , faman ‘afa wa ashlakha fa ajruhu ‘alallahi , innahu laa yukhibbuz zalimin . Walamanin tashara ba’da zulmihi , fa ulaaika maa ‘alaihim min sabiil . 

Yang artinya : 

38. dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
39. dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.
40. dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik[1345] Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
41. dan Sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka.

[1345] Yang dimaksud berbuat baik di sini ialah berbuat baik 

             kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.

Maka sangat aneh ketika para politisi dan ahli hukum di negara Indonesia justru menjual tatanilai bangsanya dengan merumuskan peraturan perundang-undangan yang betolak belakang dengan ketetapan Allah SWT . 

Di dalam surah al maa-idah ayat 44-47 Allah swt berfirman yang artinya : 


44.Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
45. dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
46. dan Kami iringkan jejak mereka (nabi Nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu: Taurat. dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.
47. dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya[419]. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik[420].

[419] Pengikut pengikut Injil itu diharuskan memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalam Injil itu, sampai pada masa diturunkan Al Quran.
[420] Orang yang tidak memutuskan perkara menurut hukum Allah, ada tiga macam: a. karena benci dan ingkarnya kepada hukum Allah, orang yang semacam ini kafir (surat Al Maa-idah ayat 44). b. karena menurut hawa nafsu dan merugikan orang lain dinamakan zalim (surat Al Maa-idah ayat 45). c. karena Fasik sebagaimana ditunjuk oleh ayat 47 surat ini.


Apakah tidak sadar wahai para pejabat negara bahwa di hari pembalasan nanti akan mendapatkan siksaan yang sangat pedih ? Dan jangan lupa bahwa balasan Allah di dunia juga tetap diturunkan pada waktunya.

Apakah Engkau tidak takut azab Allah karena pengingkaran ayat yang sudah meluas ? 

Amar makruf sudah dilakukan, artinya kewajiban menyampaikan sudah gugur . Hasil dari amar makruf tidak mutlak diperlukan bagi penyampai amar makruf itu dari azab Allah SWT . 



Semarang , 6 Nopember 2014








Tidak ada komentar:

Posting Komentar