Rabu, 29 Juli 2015

PENDEKAR HUKUM KEHILANGAN JURUSNYA

TERBUKTI MARAKNYA JUAL BELI PERKARA

Republik Indonesia, sebuah negara yang mendeklarasikan sebagai negara hukum, di era kepemimpinan Bapak Joko Widodo sebagai Presiden, tidak sedikit pendekar pendekar penegak hukum bergelimpangan terjerat dalam perkara pidana khusus , korupsi, suap, gratifikasi dan lain sebagainya .

MEMALUKAN ??

Itu iiiiyyyaaa .... kalau yang menjawab adalah mereka yang beriman bahwa Allah SWT adalah tuhannya dan percaya akan ada hari kebangkitan yang dimana pada hari perhitungan amal ( HISAB ) Allah SWT menyediakan janjinya , yaitu surga dan neraka .

Wah itu biasa...... sebab kehidupan di dunia penuh dihiasi dengan kerakusan , ketamakan dan kezaliman yang hampir dilakukan oleh sebagian besar manusia, yang mereka itu nota bene mengaku beragama .    Maka tidak aneh manakala hukum dunia buatan manusia, ya tidak perlu dipatuhi .

Kelompok lainnya mengkritisi, ..... wah mereka itu kan sekulair ! Mereka sedih tidak bisa cepat hijrah dari kebiadaban manusia sekulair yang hidup di Indonesia. Mereka sedih ... karena mereka yang melanggar hukum, apakah itu Hakim, Jaksa, Polisi dan atau Pengacara, hanya diadili dengan KODE ETIK PROFESI . Kesimpulannya, mereka itu dijadikan warga negara YANG KEBAL HUKUM , YANG BEBAS HUKUMAN, walaupun terang terangan melakukan perbuatan melawan hukum .

Namun coba dicermati, ........... ketika pemberitaan tentang kejahatan mereka dilakukan wartawan, ada yang kambuh penyakitnya secara mendadak, hanya karena gengsi akan diperiksa penyidik, masih merasa orang hebat yang patutnya tidak pernah bersalah . Masih ingat mantan Ketua KPK ( AS ) .... langsung jatuh sakit ketika akan diperiksa polisi. Sekarang bangsa ini disodori tontonan tidak lucu oleh ( OCK ) yang juga pura pura sakit serius, hanya karena ditetapkan sebagai TSK oleh KPK . Malahan menggerakkan koleganya dari pengacara ( kalangan BATAK ) untuk melakukan pra peradilan terhadap KPK yang mengisolasi OCK . NGAPAIN AROGAN ????
OCK bukan manusia suci, dia manusia yang sudah banyak catatan hitamnya sejak berkarier sebagai pengacara . Jangan munafik . Jangan sok paling hebat . Jangan sok suci . Kalau dia beragama ( Islam ) ada tuntunan BERTOBAT NASHUHA . Di Al Qur'an - surah At Tahrim , Allah SWT berfirman : yang isinya antara lain memerintahkan hambaNya yang beriman ( Islam ) untuk BERTOBAT NASHUHA . Itu lebih elegan sebagai hamba Allah SWT , dari pada berulah yang justru akan memperberat balasan dari Allah di akhirat kelak. Jangan bodoh . Gunakan akalnya. Gunakan pikirannya .

AMBURADUL
Benar........... Negara Indonesia sudah amburadul sangat parah. Inilah sebuah bukti KEBERHASILAN MISI YAHUDI tentang reformasi hukum yang dimulai sejak tahun 1999 . Bapak Amin Rais yang terhormat, tidak akan lepas dari hisab tentang kebobrokan hukum di Indonesia yang demikian parah ini. Dia juga yang melontarkan IDE tentang AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945 dari 37 pasal menjadi ratusan pasal . Kalau dicermati, seluruh hasil amandemen itu misinya bertujuan terciptanya kehancuran bangsa dan negara Indonesia karena melepaskan / mengabaikan ridla Allah SWT dalam melaksanakan amanat yang diambil manusia. Maka SARAN tipikorngamuk.blogspot.com adalah segera KEMBALI LAGI KE UNDANG UNDANG DASAR 1945 tanpa perubahan apapun . Atau menerapkan Syariat Islam secara kaffah . Pasti dijamin menjadi negara yang aman, yang makmur, yang damai, yang selamat .
dari laknat Allah SWT .

Apa tidak ngeri, pimpinan negara Indonesia sampai sekarang tidak sadar, betapa dahsyatnya ALLAH swt bertubi tubi menurunkan bencana kepada beberapa bagian wilayah negara kita. Itu karena kita tidak mentaati ketetapan Allah SWT di dalam Al Qur'an . Silahkan belajar di Brunai Darussalam .

Ya Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, jangan Engkau ciptakan pimpinan jahat bagi negeriku Indonesia.

Amin.............. amin.................. amin ........... ya Rabbal 'alamiin.

Ikuti terus tipikorngamuk.blogspot.com


Semarang, 29 Juli 2015



PEMENUHAN HAK WARGA BINAAN / NAPI TIPIKOR

WARGA BINAAN TIPIKOR MENGELUH 

Warga binaan hasil peradilan tipikor di jawa tengah Republik Indonesia, mengeluhkan konsistensi sikap Pemerintah Republik Indonesia dalam pelaksanaan Undang undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemertintah Nomor 99 Tahun 2012 .
MENGAPA ?
Tentu ada beberapa hal yang melatar belakangi terjadinya sikap inkonsisten Pemerintah dalam memandang narapidana / warga binaan tipikor , apakah masih perlu dipersulit dalam pengurusan hak haknya yang dijamin peraturan perundangan ketika warga binaan tipikor tersebut telah melaksanakan seluruh putusan Hakim , atau dilayani secara wajar atas dasar hukum dan kemanusiaan, atau dilayani dengan syarat tertentu . 

BAGAIMANA PRAKTEKNYA ?
Ada dasar pemikiran yang kurang tepat yang dipakai Pemerintah dalam memandang narapidana / warga binaan tipikor . PERTAMA, narapidana tipikor adalah pelaku kejahatan luar biasa, yang harus dibalas dengan hukuman yang luar biasa juga . KEDUA, narapidana tipikor adalah perusak perekonomian negara dan rakyat, sehingga harus dimiskinkan kecuali harus pula disiksa dengan pemenjaraan badan yang lama / panjang . KETIGA, narapidana tipikor adalah penghancur moralitas bangsa maka harus dibalas dengan seberat beratnya dari aspek sosial dan budaya.
Itulah praktek pelayanan kepada warga binaan / narapidana tipikor, tanpa memilah bagaimana kasus serbenarnya sehingga mereka bisa dikriminalisasi menjadi terjebak dalam pidana khusus / tipikor ? 

Pembebasan bersayarat, atau cuti bersyarat atau apalagi namanya, dinikmati dengan cara berbeda oleh warga binaan / napi tipikor yang sekarang mendekam di lembaga pemasyarakatan, sangat dipengaruhi oleh kebiasaan pelayanan pejabat setempat yang membangun kesepahaman dengan pejabat pejabat berwenang di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia di Jakarta .
Remisi dan atau pembebasan bersyarat / cuti bersyarat tidak diproses secara terpadu, walaupun dalam satu Kementerian Hukum dan HAM RI . Sehingga bisa terjadi , pemberian remisi kepada warga binaan tipikor diterbitkan tidak bersamaan dengan keputusan pemberian pembebasan bersyarat / cuti bersyarat . Akibatnya adalah suatu kerugian waktu bagi warga binaan tipikor yang bersangkutan, bisa menjadi mundur dari jadwal waktu kepulangannya karena masih mengurus revisi keputusan Pembebasan Bersyaratnya.

Dalam era keterbukaan informasi yang sudah dijamin oleh Undang undang tentang Transparansi Informasi kepada publik, tentu harus ada keberanian perubahan ethos kerja di jajaran kementerian Hukum dan HAM sampai di tingkat institusi Lembaga Pemasyarakatan , yaitu tidak lagi menyembunyikan sesuatu yang sebenarnya tidak digolongkan sebuah nformasi yang dirahasiakan . Masyarakat harus memahami juga bahwa hukuman badan berupa penjara bagi pelaku tipikor tidak hanya sekedar dari Hakim, tetapi ditambah lagi oleh adanya kebijakan ASIMILASI yang hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 itu bertentangan dengan Undang undang Nomor 12 Tahun 1995. Bagaimana sebuah negara yang mendeklarasikan sebagai NEGARA HUKUM, justru dalam praktek penyelenggaraan negara malahan melanggar hukum yang dibuatnya sendiri . Tidak pernah ada yang melakukan koreksi . 

Manakala ASIMILASI yang diberlakukan setelah 2/3 masa hukuman itu bisa dikurangi dengan remisi yang diberikan kepada warga binaan / narapidana tipikor, masih dapat ditoleransi, artinya tidak terlalu parah sikap arogansi Pemerintah dalam memperlakukan warga negaranya yang berstatus warga binaan tipikor itu . Semoga renungan ini didengar oleh Bapak Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia berikut jajarannya sampai di tingkat Lembaga Pemasyarakatan. Semoga dalam waktu cepat ada perubahan signifikan yang bisa diperoleh warga binaan tipikor .

BAGAIMANA WARGA BINAAN TIPIKOR DI JAWA TENGAH 

Kebanyakan mereka adalah bukan PENJAHAT LUAR BIASA sebagaimana yang diopinikan negara kepada rakyatnya. Kebanyakan mereka adalah korban ulah politik dari lawan, korban salah menafsirkan dari aparat penegak hukum yang melakukan kriminalisasi , korban titipan pihak pihak yang suka menyengsarakan orang lain yang dianggapnya harus disingkirkan . Dan masih banyak alasan lainnya , misalnya mestinya terlibat kekeliruan dalam ranah administrasi negara atau tata usaha negara, kemudian dipidanakan oleh Polisi atau Jaksa atas dasar laporan oknum oknum tertentu . 

Mereka pantas memperoleh kemudahan dalam mendapatkan haknya seperti remisi atau pembebasan bersyarat manakala mereka sudah memenuhi putusan hakim . 

Semoga Allah SWT MEMBERIKAN TAUFIQ DAN HIDAYAHNYA kepada Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dan Bapak Presiden Republik Indonesia .

Ikuti terus tipikorngamuk.blogspot.com

Semarang , 29 Juli 2015
 
 
 

Rabu, 11 Maret 2015

REFORMASI UU NO 31 TH 1999





BIANG KORUPTOR
Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dilahirkan dalam era efuria reformasi di bidang hukum , yang dicurigai sebagai pesanan kalangan Yahudi dalam rangka memaksakan misinya menghancurkan bangsa dan negara indonesia, sudah sangat banyak memakan korban orang orang tidak melakukan tindak pidana korupsi . 

Ketidak pastian di dalam Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 antara lain , diberikannya kekuasaan kepada aparat penegak hukum untuk menggali tafsir hukum sejalan dengan pemahamannya terkait dalam perkara yang disidangkan Majelis Hakim terhadap ketentuan / makna yang demikian luas yang ada pada pasal-pasal di dalam undang undang nomor 31 tahun 1999 itu terhadap diskripsi " berpotensi dapat menimbulkan kerugian keuangan negara dan menghancurkan perekonomian negara ", utamanya pasal 2 dan pasal 3 yang sangat mendorong nafsu syahwat penegak hukum menjadi leluasa di dalam memenuhi pesanan pihak tertentu demi pencitraan . 

Para ahli hukum yang independen yang profesi kesehariannya adalah guru besar hukum pidana pada beberapa perguruan tinggi yang dihadirkan sebagai saksi pada sidang di Mahkamah Konstitusi sekira pada tahun 2006 oleh pemohon uji materi pasal 2 dan pasal 3 undang undang nomor 31 tahun 1999 dimana Ketua Majelis Hakimnya adalah Prof Dr Jimly Assidiqie dengan 8 ( delapan ) orang Hakim anggota, para ahli hukum itu menyatakan kekhawatirannya bahwa suatu saat ke depan pasti terjadi korban korban seseorang dihukum penjara walaupun mereka tidak melakukan perbuatan atau belum melakukan perbuatan korupsi .  Di dalam sebuah persidangan tipikor pasti akan terjadi kolaborasi jahat antara Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) dengan Majelis Hakim untuk membuat presiden atau lembaga swadaya masyarakat seperti ICW puas , yang dipentingkan penegak hukum adalah tidak mendapat tekanan apapun ketika vonisnya tetap tidak  membebaskan terdakwa walaupun fakta persidangan yang sebenarnya cukup memposisikan terdakwa secara sah dan meyakinkan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan seharusnya dibebaskan murni atau kalaupun ada perbuatan tetapi perbuatannya tidak termasuk tindak pidana , sehingga setidak-tidaknya terdakwa dilepaskan dari tuntutan hukum. 

Demi memuaskan pimpinan negara atau atasan institusinya dan takut diperiksa oleh komisi yudisial ( KY ), terdakwa tetap akan dipaksa menerima hukuman badan (penjara) walaupun unsur kerugian keuangan negara atau kerugian keuangan daerah yang menjadi syarat / unsur penting apakah benar terdakwa melakukan KORUPSI tidak ada sama sekali. Kriminalisasi terhadap seseorang warga negara dengan stigma KORUPTOR yang senyatanya TIDAK DITEMUKAN ADANYA KERUGIAN KEUANGAN NEGARA ATAU KERUGIAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH sudah sangat biasa dilakukan oleh para penyidik, baik dari kejaksaan negeri ataupun dari kepolisian di wilayah hukum propinsi Jawa Tengah sejak tahun 2011 sampai sekarang tanpa dikontrol oleh Presiden atau oleh Kapolri atau oleh Jaksa Agung , apalagi oleh LSM yang berteriak keras tentang pemberantasan korupsi . 

Para aparat penegak hukum semakin leluasa melampiaskan nafsu jahatnya dalam melakukan kriminalisasi terhadap seseorang yang menjadi target atau memenuhi pesanan pihak tertentu, tidak lagi peduli apakah mereka penegak hukum itu sadar sebagai hamba Allah swt atau makhluk tanpa bertuhan, sudah tidak lagi mencerminkan ahlaq beriman sesuai agama yang dijamin negara .

Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara "dugaan korupsi" tidak terlalu susah payah walaupun persidangannya berlangsung sangat panjang, yang sering menjadikan mereka tertidur pulas mungkin akibat kecapaian atau persidangan itu sendiri dianggapnya sekedar pro formalitas , mereka sangat lihai menjatuhkan vonis bagi terdakwa.  Kalau JPU menuntut 3 tahun, maka Majelis Hakim pasti memvonis sedikitnya 2 tahun. Kalau terdakwa bisa diajak bincang bincang biaya perkara kemudian JPU atau Hakim juga menawarkan berat atau ringannya tuntutan/hukuman, terjadilah transaksi diantara mereka. Seberat apapun substansi perkara korupsi yang didakwakan JPU kepada terdakwa, asal berlangsung transaksi hukuman, maka tuntutan JPU rata-rata di bawah 2 tahun. Otomatis hakim juga akan memvonis hukuman penjara dengan rumus 2/3 tuntutan JPU . 

Persidangan tipikor di Jawa Tengah sekedar formalitas . 

Keterangan para saksi , ahli dan keterangan terdakwa sangat mudah dikesampingkan oleh JPU dan Majelis Hakim , bahkan dengan tanpa alat bukti sekalipun yang seharusnya dipenuhi sejak penyidikan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan , kemudian dengan alat bukti itu penyidik dapat menetapkan tersangka, persidangan formalitas itu bisa mencapai tahap final dengan menghukum terdakwa. 

Undang undang nomor 31 tahun 1999 Jo undang undang nomor 20 tahun 2001 memastikan adanya hukuman bagi terdakwa korupsi  bertingkat tingkat yaitu penjara badan , denda sejumlah uang dan hukuman tambahan ( jika terbukti ada kerugian negara/daerah ) membayar uang pengganti ( UP ) . Bagaimana jika tidak ada sama sekali kerugian keuangan negara atau kerugian keuangan daerah ?. Majelis Hakim dan JPU tidak malu walaupun tetap menjatuhkan vonis hukuman penjara dan denda tanpa ada hukuman tambahan membayar UP. 

Persidangan tipikor dagelan seperti ini tidak mengundang perhatian para pihak yang teriak keras mendukung pemberantasan korupsi, mereka sebenarnya tahu kejadian ini, mereka malu melakukan introspeksi dan koreksi kepada aparat penegak hukum karena khawatir dapur keluarganya tidak lagi ngebul asap. 

Wakil rakyat dari Komisi III DPRRI yang dihadirkan menjadi saksi di persidangan uji materi pasal 2 dan pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 itu juga ngotot agar pasal 2 dan pasal 3 tidak diubah secara verbal dan substansi , kata dia bahwa tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang luar biasa, maka penanganannya juga harus dengan cara cara yang luar biasa. Demikian juga saksi dari Kementerian Hukum dan HAM RI, sama seperti yang dari Komisi III DPR RI, tidak rela jika pasal 2 dan pasal 3 undang undang Nomor 31 Tahun 1999 ada bagian kalimat "dapat" yang menyertai kalimat berikutnya di dalam pasal pasal itu dihilangkan .  Mereka tidak mau mendengar kesaksian 3 orang ahli hukum pidana yang meminta kata "dapat" dihilangkan sebab akan membuat negara kita ini seenaknya atau sewenang wenang dalam melakukan pemberantasan korupsi .

Kekhawatiran para ahli hukum sudah terbukti dari hasil persidangan di pengadilan tipikor semarang dan pengadilan tinggi tipikor Jawa Tengah yang secara kuantitas sudah memenjarakan banyak orang di Lembaga Pemasayarakat Kelas I Semarang ( kedungpane ) sekaligus dimiskinkan karena ada hukuman tambahan yaitu denda setidaknya sebesar Rp. 50 juta walaupun tidak ada kerugian negara. 

Korban kriminalisasi yang sekarang dipenjarakan di lapas kelas I kedungpane semarang sudah mengadukan kepada Presiden dan pejabat tinggi negara penegak hukum , namun hanya dibalas secara tertulis sebagai wujud sekedar memberikan balasan daripada tidak sama sekali . Tindak lanjut berupa pembelaan ringan , misalnya mengenai hak remisi berdasarkan UU nomor 12 tahun 1995 yang dipersulit dengan peraturan pemerintah nomor 99 Tahun 2012 tidak ada sama sekali . 

Wakil rakyat yang duduk sebagai Pimpinan DPR RI dan Komisi III DPR RI sudah cukup banyak mendapatkan informasi mengenai kejahatan undang undang nomor 31 tahun 1999 jo undang undang nomor 20 tahun 2001, hanya membisu tatkala lembaga swadaya masyarakat sangat keras suaranya menolak pemberian remisi bagi terpidana korupsi . Sebagai representasi rakyat sewajarnya jika bersemangat untuk melakukan pencabutan undang undang nomor 31 tahun 1999 kemudian menggantinya yang baru .  

Selain itu, Bapak Presiden RI beserta jajaran kementeriannya di Kabinet Kerja sekarang , juga melakukan monitoring, sudah seberapa banyak aparat pemerintah daerah kabupaten / kota yang tidak salah kemudian dihajar dengan undang undang nomor 31 tahun 1999 dan sekarang mendekam di penjara , ada yang dipecat dan ada yang tidak dipecat dari statusnya selaku Pegawai Negeri Sipil ( PNS ). Seharusnya Bapak Presiden dan Wakil Presiden menanyakan kepada para Kepala Daerah Proipinsi / Kabupaten / Kota , apakah masih taat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 atau main kesewenangan terhadap PNS yang dipenjarakan oleh JPU dan Hakim akibat salah menerapkan undang undang nomor 31 tahun 1999. Ada yang arogan memecat PNS, namun PNS yang bersangkutan kemudian melakukan gugatan TUN dan dimenangkan oleh Majelis Hakim PTUN, sehingga harus diangkat kembali sebagai PNS atas dasar putusan TUN yang memenangkannya . Apakah tidak memalukan bangsa jika perbuatan Kepala Daerah hanya dilandasi arogansi tanpa memahami peraturan perundangan yang berlaku .  

Sabtu, 24 Januari 2015

PIMPINAN KPK DAN POLRI TIDAK KESATRIA

 RAKYAT MERATAP

Keteraturan sebenarnya dambaan semua rakyat 
Keteraturan rakyat dalam kehidupan sosial memerlukan peraturan perundangan yang mengikat 

Sekarang rakyat meratap 

Calon KAPOLRI tidak punya integritas 
Calon KAPOLRI bukan figur profesional , tetapi bagian dari sandiwara badut politik PDIP 

Sekarang rakyat meratap 

Para pimpinan dan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) juga menjadi tersangka tindak pidana .

Banyak para tokoh yang aslinya dedengkot Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) , sama saja seperti asal Bambang W , Abraham S dan Pandu ....., meramaikan suasana, mendesak Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan KPK.
Bagaimana dengan Lembaga Kepolisian Republik Indonesia ?

Lembaganya menurut tipikorngamuk.blogspot.com adalah Polisi Republik Indonesia harus ditegakkan sebab KPK adalah lembaga ad hoc yang tidak dikenal di dalam Konstitusi Republik Indonesia .

KPK didirikan hanya untuk misi negara dan tokoh asing , bukan untuk rakyat Indonesia 

Abraham Samad sudah congkak dengan berlindung atasnama rakyat yang mendendangkan pemberantasan korupsi , sudah berani melawan Kepala Negara . 

Ini kecongkakan.

Bambang W juga congkak, mengatakan KPK dihancurkan . Apa betul KPK dihancurkan ?

Sangat subjektif sekali kamu ya Abraham Samad dan Bambang W ?

Kamu nya sih yang busuk, tidak bersih sejak awal, track record-mu sejak di LSM sudah amburadul . Kalau berani , hadapi proses hukum dengan kesatria . Tidak usah berteriak MUNDUR dari komisioner KPK , sebab rakyat sudah sangat paham, manakala anggota atau pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka, pasti diberhentikan sementara ( bahasa UU nya di non aktifkan ).

Nggak usah mundur pun pasti di non aktifkan .

Apa biar keren gitu ya ???

Kalau saya Presiden RI, sekarang ini lah saatnya menetapkan negara darurat hukum . 
Bersihkan figur-figur di kepolisian dan KPK . Bekukan sementara . Adakan pilihan anggota KPK baru dan Kapolri baru yang bersih, yang track record-nya sejak awal bagus . 

Profesor Sahetapi adalah figur Ketua KPK yang bagus . Nggak usah kemudian publik mengatakan : beliau sudah tua . Coba lihat ketika hadir dan berkomentar di ILC , selalu memberikan keteladanan praktek hukum yang ilegan, tidak jual beli demi duniawi . 

Pastilah masih banyak lagi figur figur anak bangsa yang bagus . Jangan merekrut dari LSM, pasti busuk . 

Sekarang rakyat meratap 

Meratapi diri sendiri 
Meratapi kerabat nya sendiri 
Apakah bisa aman dari permainan hukum akibat sandiwara politik badut politik yang digelar POLRI ?

Sekarang rakyat meratap 

Rakyat yang mana ?
Tidak lagi bisa membedakan rakyat yang mana 
Mengapa ?
Sebab badut hukum yang ada di POLRI, yang ada di KEJAKSAAN yang ada di KPK , gampang dikelok- kelokkan oleh kepentingan sesaat .

Sekarang rakyat meratap 

Karena para pakar dan pejabat penegak hukum sudah tidak ada lagi yang paham hukum yang tegak .
Karena mereka tidak ada yang bisa membuat hukum dengan baik 
Karena mereka tidak ada yang mampu menegakkan hukum demi keadilan 
Mereka semua hidup mengejar duniawi dan menumpuk uang , mengejar jabatan , mengumbar nafsu syahwat  . 

Sekarang rakyat semakin meratap .
Negara Indonesia dibentuk oleh lembaga swadaya masyarakat . Ingat , Komisi Pemilihan Umum juga lembaga swadaya masyarakat. Komisi Yudisial juga lembaga swadaya masyarakat. Komisi Kejaksaan juga lembaga swadaya masyarakat. Komisi Kepolisian juga lembaga swadaya masyarakat . Mahkamah Konstitusi juga lembaga swadaya masyarakat . Ombudsman juga lembaga swadaya masyarakat . Lembaga-lembaga ad hoc itu tidak lebih baik dibanding dengan lembaga swadaya masyarakat lainnya, seperti Rukun Tetangga ( RT )  atau Rukun Warga ( RW ) atau Lembaga Advokasi Hukum . Negara yang diperjuangkan dengan pengorbanan dan penghambaan dalam rangka memperoleh ridla Allah SWT, sekarang dihancur leburkan generasi yang mengutamakan pemuasan nafsu syahwat duniawi. Kecurangan terjadi tidak saja dalam ranah penegakan hukum, tetapi hampir diseluruh lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilihan presiden yang demokratis, dipecundangi tidak saja oleh elit politik, tetapi bahkan oleh Mahkamah Konstitusi . Perekonomian negara di bidang pangan , beras, gula, tepung terigu , daging dikuasai oleh kartel kartel cina dalam belaian penguasa . Swasembada beras dihancurkan agar tidak tercapai selama lamanya. Pabrik gula dalam negeri yang masih kokoh sejak zaman belanda, dikerdilkan tanpa ada upaya ekstensifikasi perlatan yang memadai. Dengan kondisi seperti ini, bukan tidak mungkin bahwa dalam waktu mendatang negara dan bangsa indonesia akan sangat tergantung total kepada bangsa tertentu yang sampai sekarang selalu memperjuangkan swasembada di bidang pangan .

Pendiri negara pasti menangis keras di alam barzah , sebab keberadaan negara indonesia sejak tahun 1999 sampai tahun kapan, selalu dibentuk kelembagaan pemerintahannya oleh lembaga swadaya masyarakat itu . 

Yang menakjubkan adalah, orang orang yang dipilih menjadi panitia seleksi membentuk perangkat lembaga lembaga swadaya masyarakat itu bukanlah pakar pakar dibidangnya, sebab mereka tidak terlihat dan tidak terdaftar sebagai figur personal yang rajin menulis karya ilmiah di bidangnya. Coba lihat , seberapa banyak tulisan ilmiah sdr Imam Prasojo dan kawan kawannya yang menduduki anggota panitia seleksi saat menyusun KPU, MK, KY atau lainnya , termasuk KPK . 

Maka dari itu, figur figur yang menguasai KPU, KPK dan lain-lain itu juga kelompok mereka yang awalnya menjadi pengurus LSM ( NGO ) yang di danani anggarannya oleh NGO luar negeri . Pantas saja jika saat menguasai LSM LSM ad hoc mereka gampang mengedepankan misi ambisi pribadinya atau menjadi agen partai politik tertentu , demi kerakusan duniawi . 

MARI KITA BUKTIKAN , APAKAH ULASAN tipikorngamuk.blogspot.com seperti uraian di atas menjadi benar atau hanya bualan .  Hanya perjalanan waktu saja yang akan menjadi tontonan bangsa indonesia . 

BERTOBAT-LAH   WAHAI  BANGSAKU . 
Dengan dasar dasar aqidah dan keimanan, mari melakukan rekonsiliasi nasional . 
Yang sudah kebacut meraup kekayaan negara ( benar benar korupsi ) kita sepakati tidak usah dihukum penjara, tetapi kekayaannya yang 2/3 ( dua pertiga ) harus diserahkan kepada BAITUL MAL negara Indonesia .


Hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa , Maha Agung, Maha Mulia , Maha Pengampun kita serahkan urusan kita yang sudah ruwet ini . Apakah ajakan bertobat nasional sudah tidak didengar , dan apakah telinganya tuli akibat ditulikan Allah swt 
Tanda-tanda Kebesaran Allah swt yang gampang dilihat dengan mata sudah dilupakan dan didustakan sebab penglihatan mereka sudah dibutakan Allah swt .
Hati mereka para badut badut itu sudah tidak bisa lagi memahami keyakinan yang menyebutkan bahwa kelak semua hamba Allah akan kembali kepada Allah swt dengan pertanggung jawaban yang nyata , sedikitpun Allah swt tidak akan menzalimi mereka yang jahat dan mereka yang baik. Yang jahat kita ucapkan berpedih lah di nerakanya Allah yang ketika di dunia kau dustakan . Yang beriman dan melakukan amal shaleh silahkan ke surganya Allah yang penuh kenikmatan tanpa batas. Janji Allah pasti benar .

Wahai Kepala Negaraku ..... Bapak Joko Widodo.

Ambil tindakan tegas sebagai Kepala Negara . Jangan seperti mantan Presiden SBY yang selalu berkomentar : Saya presiden tidak patut mencampuri ranah hukum . 

Persoalannya bukan sederhana seperti itu . 

Tegakkan institusi penegak hukum yang sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945 / Konstitusi . KPK harus dibubarkan . Lembaga ini semacam LSM saja layaknya . Pejabat nya dan pegawainya sangat mudah memanfaatkan kekuasaannya demi kepentingan pribadi atau golongan yang disenanginya .

Mereka bukan Tokoh yang seharusnya menjadi dan memberi keteladanan penegakan hukum yang objektif, sebaliknya malahan suka melakukan KRIMINALISASI seseorang yang ditargetkan secara politik . Kebetulan memang, mereka sudah busuk sejak dahulu, memiliki nasib baik karena dilingkungi panitia seleksi yang kebanyakan kroninya mereka . Maka busuk yang ditutup tutupi ketika seleksi di panitia seleksi yang dibentuk presiden, kemudian juga lolos uji kelayakan di DPRtetap saja berbau busuk .

Cabut saja Undang undang yang mengharuskan uji kelayakan di DPR RI , sebab itu bukti mengebiri kekuasaan seorang Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, untuk tidak berkutik menghadapi situasi darurat .

Rakyat akan semakin meratap 

Jika suasana personifikasi yang busuk baik di Polri maupun di KPK dibela mati matian oleh kalangan LSM , seolah olah oleh rakyat , kemudian berteriak keras KPK dimandulkan . Abraham Samad, Bambang W dan Pandu W dari KPK serta Budi G dari Polri atau anggota Polri lainnya yang memiliki gentong duit besar harus berani menghadapi proses hukum yang fair .   Rakyat kecil di daerah sudah kenyang di KRIMINALISASI oleh penyidik dari Polres/Polresta/Polrestabes atau Kejaksaan negeri / Kejaksaan Tinggi, tetapi tidak takut dan tidak berlindung kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah swt . Ya....banyak korban KRIMINALISASI yang sudah mendekam di penjara Kedungpane Semarang atau Lapas / Rutan lainnya.  

Mereka, korban KRIMINALISASI di tingkat daerah sudah menyuarakan batinnya melalui blog : tipikorngamuk.blogspot.com dan sudah pula menyampaikan surat pengaduan tertulis kepada Presiden dan lain-lain lembaga penegak hukum lainnya, TIDAK DIPERHATIKAN SAMA SEKALI .

Allah swt yang akan mengadili dengan sangat adil .

Ikuti terus : tipikorngamuk.blogspot.com 

Semarang , 27 Januari 2015


Senin, 05 Januari 2015

SURAT TERBUKA KEPADA PRESIDEN ( DLL )


SURAT TERBUKA

TANGGAL 5 JANUARI 2015
PERIHAL : PERBAIKAN AESENSI HUKUM

KEPADA YTH
1. BAPAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
2. KETUA DPR RI
3. KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI RI
4. KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI RI
5. KETUA MAHKAMAH AGUNG RI
6. JAKSA AGUNG RI
7. K A P O L R I
8. KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI
9. KETUA BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN RI
10. KETUA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT RI

ASSALAAMU’ALAIKUM WR WB

YANG SAYA HORMATI PARA PIMPINAN NEGARA RI .
ANDA ADALAH PENERIMA AMANAT YANG LUHUR DARI ALLAH SWT DAN RAKYAT INDONESIA DALAM POSISI JABATAN DAN TANGGUNG JAWAB YANG MUARANYA SATU YAITU MEWUJUDKAN MASYARAKAT DAN BANGSA INDONESIA YANG MAJU , SEJAHTERA LAHIR DAN BATIN  SERTA ADIL DALAM NAUNGAN RIDLA ALLAH SWT .
DI DALAM AL QUR’AN ALLAH SWT MEMPERINGATKAN KEPADA SELURUH PEMEGANG AMANAT DI BIDANG HUKUM AGAR MENEGAKKAN HUKUM SESUAI DENGAN KETETAPAN-NYA ALLAH  . BARANG SIAPA YANG MENYUSUN DAN MENJALANKAN HUKUM TIDAK DENGAN DASAR HUKUM KETETAPAN ALLAH ( ARTINYA  MASIH DISISIPI DENGAN PEMIKIRAN BURUK YANG BERTUJUAN MENISTAKAN RAKYAT DAN BANGSANYA SENDIRI ) , MAKA MEREKA ITU DIGOLONGKAN KELOMPOK YANG KAFIR, YANG MUNAFIQ DAN YANG ZALIM .
SELANJUTNYA , ALLAH SWT JUGA MENGANCAM KEPADA MEREKA YANG MENJALANKAN HUKUM DENGAN SELERA KELOMPOKNYA, TIDAK MENURUT HUKUM KETETAPAN ALLAH SWT, MAKA AKAN DIJEBLOSKAN KE DALAM NERAKA, SEBUAH TEMPAT SEBURUK-BURUK TEMPAT KEMBALI DI HARI PEMBALASAN , DAN MEREKA TINGGAL SELAMA-LAMANYA DI NERAKA ITU .
MENGAWALI DENGAN URAIAN DI DEPAN , SAYA INGIN MENGAJAK PARA PIMPINAN NEGARA TERSEBUT ALAMAT DI ATAS, UNTUK MENINJAU KEMBALI TATACARA BERACARA DI PENGADILAN KORUPSI KETIKA MENGADILI TERDAKWA DALAM DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI ( SECEPATNYA ) HARUS DIGANTI , UTAMANYA KETENTUAN PASAL 2 DAN PASAL 3 SERTA PASAL YANG MEMBERIKAN PELUANG MASYARAKAT BERPERAN SERTA . MASYARAKAT SUDAH KELEWAT BATAS, SUDAH MELAMPAUI BATAS , SEBAB PERAN SERTANYA DIMANFAATKAN UNTUK BALAS DENDAM, UNTUK MENDAPATKAN BARANG TIDAK HALAL DAN MEMPERCEPAT KEHANCURAN BANGSA .
DI PASAL 2 DAN PASAL 3 , MOHON DIKAJI SECARA SEKSAMA DENGAN HATI NURANI KEBERAGAMAAN ( ISLAM ) . ALLAH SWT PASTI MEMBALAS HAMBA-NYA YANG BENAR-BENAR TELAH MELAKUKAN PENCURIAN DENGAN POTONG TANGANNYA SAAT MASIH HIDUP DI DUNIA, KEMUDIAN JIKA TIDAK TOBAT NASHUHA SEBELUM MENINGGAL DUNIA, MAKA PELAKU PENCURIAN YANG SUDAH DIPOTONG TANGGANYA ITU PASTI AKAN DISIKSA DALAM NERAKA DI HARI PEMBALASAN , DIA DIAM DISITU SELAMA-LAMANYA .
PENCURI ITU DIPOTONG TANGANNYA OLEH PENGUASA YANG MENJADI PELAKSANA HUKUM NYA ALLAH DAN MASIH DIWAJIBKAN MENGEMBALIKAN BARANG YANG DICURINYA KEPADA PEMILIK YANG MENGALAMI KERUGIAN SECARA MATERIIL .
BAGAIMANA DENGAN PASAL 2 DAN PASAL 3 UU NOMOR 31 TAHUN 1999 ?

DI UNDANG UNDANG TERSEBUT : 
BELUM MELAKUKAN PERBUATAN BURUK SUDAH BISA DIHUKUM OLEH HAKIM
BELUM MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA SUDAH DIVONIS KORUPSI
MASIH DIHUKUM BADAN DENGAN PENJARA SEDIKITNYA 1 TAHUN ( PASAL 3 ) DAN SEDIKITNYA 4 TAHUN ( PASAL 2 )
MASIH DIPERINTAH MEMBAYAR DENDA ATAS KELAKUANNYA KEPADA NEGARA SEDIKITNYA 50 JUTA ATAU SUBSIDER YANG BERBEDA ( ADA YANG 1 BULAN, ADA YANG 3 BULAN, ADA YANG 6 BULAN ) . TIDAK ADA STANDAR YANG PASTI . JADI UNDANG UNDANG ITU TIDAK MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM .
MASIH DIWAJIBKAN MEMBAYAR UANG PENGGANTI ATAS KERUGIAN KEUANGAN NEGARA JIKA DALAM SIDANG DAPAT DIBUKTIKAN JPU TELAH BENAR-BENAR MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA / KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH.

HUKUMAN KOK BERLAPIS-LAPIS. MANUSIAWI APA TIDAK YA ? 

NEGARA MENGHUKUM WARGANYA YANG KORUPSI , KATANYA AGAR JERA .

KONSEP HUKUMAN ALLAH SWT BUKAN JERA , TETAPI TOBAT NASHUHA, DENGAN MAKSUD DI AKHIR HAYATNYA SEMASA MASIH DI DUNIA SEMPAT TOBAT SEHINGGA DIAMPUNI DOSA-NYA . KEMUDIAN MASIH ADA PELUANG DIMASUKKAN KE SURGA NYA ALLAH SWT SETELAH HARI PENGHITUNGAN DAN PEMBALASAN KARENA TOBATNYA DITERIMA.  BERBEDA KOK SANGAT JAUH .

JERA , MUNGKIN BAGI BAGI PELAKU LAIN YANG BELUM TERTANGKAP PENEGAK HUKUM ? KALAU YANG SUDAH DIPENJARAKAN KARENA KRIMINALISASI NYATA, TIDAK AKAN MELAKUKAN PERBUATAN ULANG . 

KOK RASANYA BUKAN BEGITU YA ... MAKSUD JERA ITU ? 

AKAN MENJADI LEBIH TRAGIS LAGI MANAKALA PELAKU KORUPSI TERNYATA TIDAK MELAKUKAN KORUPSI SEBAB TIDAK MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA / KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH . INI BANYAK SEKALI . LIHAT SAJA DI PENGADILAN TIPIKOR SEMARANG . TERPIDANANYA DI LP KEDUNGPANE SEMARANG BISA DIMINTA KETERANGAN . PELAKU TIDAK BERSINGGUNGAN LANGSUNG DENGAN SUBSTANSI PERKARA YANG MENYEBABKAN TIMBULNYA KERUGIAN KEUANGAN NEGARA .
KALAU PELAKU TIDAK MENIMBULKAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA / KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH, KEMUDIAN DIKRIMINALISASI / DIDAKWA / DITUNTUT TELAH KORUPSI APALAGI KEMUDIAN PELAKU TETAP DIHUKUM MAJELIS HAKIM AKIBAT KENEKATAN PENYIDIK YANG TIDAK CAKAP DALAM MEMAHAMI SUBSTANSI DUGAAN PERKARA YANG DILIDIKNYA ITU . HAKIM LELAH FISIK DAN AKALNYA SEBAB BEBAN PERKARA KORUPSI YANG DISIDANGKAN MELEBIHI BATAS KEWAJARAN .  MEREKA APARAT PENEGAK HUKUM MUNGKIN TIDAK LAGI TAKUT AKAN DIPIDANAKAN MANAKALA TINDAKAN MENGKRIMINALISASI SESEORANG BENAR-BENAR KESALAHAN YANG NYATA KEMUDIAN DILAPORKAN KORBANNYA. 

APARAT PENEGAK HUKUM ( POLISI / JAKSA DAN HAKIM ) TIDAK LAGI INGAT DENGAN PASAL 220 KUHP . MASYARAKAT HARUS PAHAM DENGAN KETENTUAN PASAL 220 KUHP INI DEMI TEGAKNYA HUKUM BAGI SIAPA SAJA DI NEGARA INDONESIA . JANGAN KARENA APARAT PENEGAK HUKUM KEMUDIAN MEMPOSISIKAN DIRINYA SEPERTI KEBAL HUKUM .
MEREKA MENISTAKAN ORANG YANG TIDAK BERSALAH TETAP DIBELANI MAJELIS HAKIM SEBAB HAKIM JUGA TIDAK LAGI ADIL DALAM MENSIDANGKAN PERKARA DUGAAN KORUPSI . HAKIM SEPERTINYA WAJIB MENGHUKUM SELURUH TERDAKWA YANG DIAJUKAN JPU - JAKSA PENUNTUT UMUM . HAKIM TIDAK AKAN PERNAH ADA YANG BERANI MEMBEBASKAN TERDAKWA SEKALIPUN FAKTANYA BISA DIBEBASKAN .

HAKIM SEBAIKNYA JANGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL . MENGAPA ????

JIKA STATUSNYA PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DISEDIAKAN JABATAN STRUKTURAL DAN JABATAN FUNGSIONAL, PASTI-LAH AKAN BERLAKU SEENAKNYA DEMI MEMPEROLEH PROMOSI JABATAN YANG DIINGINKANNYA . MENGHALALKAN SEGALA CARA. MENYUAP ATASAN DEMI PROMOSI. MEMFITNAH TEMAN SEJAWAT DEMI MEREBUT JABATAN. MERAMPOK TERDAKWA / TERSANGKA / PELAPORNYA UNTUK MEMPERKAYA DIRINYA SENDIRI . SEKARANG.....WARNA PERILAKU SEMACAM ITU YANG MELUAS DALAM KEHIDUPAN APARAT PENEGAK HUKUM KITA. 

APA SOLUSINYA ?

HAKIM PEJABAT NEGARA MURNI. TIDAK MENGENAL PEMBINAAN KARIER SEPERTI PEGAWAI NEGERI SIPIL .  ATAU PERSIDANGAN DI PENGADILAN DENGAN SISTEM JURI . 
JIKA TIDAK MUNGKIN SELURUH HAKIM ADALAH PEJABAT NEGARA NON PNS, MAKA INDONESIA SUDAH SAATNYA MEMAKAI SISTEM JURI . INI LEBIH ADIL . TIDAK AKAN LAGI ADA PENDAPAT MAJELIS HAKIM YANG SANGAT SUBJEKTIF . ALLAH SWT MEMBALAS DI DUNIA DAN MENYIKSA DI AKHIRAT ADALAH SEJALAN DENGAN DZAT KEMAHA-ADILAN-NYA. PIHAK YANG DIRUGIKAN AKAN MEMPEROLEH IMBALAN PAHALA MANAKALA BARANG YANG DIAMBIL PIHAK LAIN DIIHLASKAN . SEBALIKNYA HAMBANYA YANG JAHAT PASTI AKAN SENGSARA DALAM KEHIDUPAN AKHIRATNYA.

SEMOGA PIMPINAN NEGARA TERSEBUT ALAMAT DI ATAS MAU MELUANGKAN WAKTU UNTUK MEMBACA SURAT TERBUKA INI MELALUI BLOG : tipikorngamuk.blogspot.com KEMUDIAN MENGAMBIL TINDAKAN RIIL , SEGERA DALAM RANGKA UNTUK MENCEGAH AROGANSI KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN YANG MEMAKSA HAKIM HAKIM YANG SEBENARNYA MASIH ADA YANG PUNYA NURANI KEADILAN .YANG MASIH MEMILIKI NURANI KEADILAN TETAP KALAH DENGAN PENGEMBANGAN KONDISI DAN KEHENDAK PENGUASA DALAM MENCIPTAKAN PENCITRAAN. TIDAK PERLU ADA KORUPTOR YANG DIBEBASKAN . 

UNDANG UNDANG NOMOR 31  TAHUN 1999 HARUS DIGANTI .  MENGAPA ????

KORUPSI ADALAH PERBUATAN YANG TELAH MEMENUHI UNSUR DELIK YAITU PERBUATAN YANG MELAMPAUI KEWENANGAN, PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM, MENGUNTUNGKAN DIRI SENDIRI / ORANG LAIN / KORPORATOR , DAN YANG PALING PENTING "TELAH MENIMBULKAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA ATAU KERUGIAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH . 

SIAPA DAN BAGAIMANA PERHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA / DAERAH BISA MENJADI ALAT BUKTI YANG KUAT DAN SAH ?? 

KERUGIAN NEGARA HARUS DIHITUNG OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI SEBAGAI SEBUAH LEMBAGA TINGGI NEGARA , DAN MENJADI SATU-SATUNYA LEMBAGA NEGARA PEMEGANG KEWENANGAN MEMERIKSA DAN MENGHITUNG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA / DAERAH ATAS DASAR UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004 DAN NOMOR 15 TAHUN 2006. 

BUKAN BPKP ,  MENGAPA ????

ADA KEBIJAKAN PRESIDEN YANG TIDAK DISEBARLUASKAN SECARA TERBUKA KEPADA PUBLIK DAN ITU MELANGGAR LARANGAN MENYEMBUNYIKAN INFORMASI YANG TIDAK RAHASIA BERDASARKAN UNDANG UNDANG YANG BERLAKU . 

POSISI BPKP BERSAMA KEJAKSAAN AGUNG DAN KEPOLISIAN SAMPAI PADA JAJARAN KE BAWAH ADALAH TIM TAS TIPIKOR YANG DIBENTUK PRESIDEN DENGAN KEPRES NOMOR 11 TAHUN 2005  DAN KEPPRES ITU SESUAI KLAUSULNYA AKAN DIPERBAHARUI SETIAP 2 TAHUN-NAN .ARTINYA, ADA KEMUNGKINAN KEBIJAKAN ITU BISA DILANJUTKAN ATAU DIHENTIKAN. 

NAMUN JUSTRU TIM TAS TIPIKOR INI YANG MELANGGAR KETENTUAN DIKTUM KE EMPAT KEPUTUSAN PRESIDEN ITU, SEBAB HASIL PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA ATAU KERUGIAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI / KABUPATEN / KOTA YANG TELAH DILAKUKAN / DIHASILKAN OLEH BPKP TIDAK PERNAH DIKOORDINASIKAN / DIKONSULTASIKAN KEPADA KETUA BPK RI . 

OLEH SEBAB ITU ALAT BUKTI PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA / DAERAH OLEH BPKP YANG SELAMA INI DIPAKAI OLEH JPU ADALAH CACAT HUKUM JIKA DIUJI DENGAN KEPRES NOMOR 11 TAHUN 2005.
APAKAH PRESIDEN RI TIDAK PERNAH MENGEVALUASI OUT PUT KEPPRES NOMOR 11 TAHUN 2005 ? BARANGKALI MALAS JUGA BISA , ATAU BARANGKALI ALASAN LAIN . YANG ANEH ADALAH KETIKA TERDAKWA / PENASIHAT HUKUM TERDAKWA MEMPERSOALKAN HASIL BPKP YANG DIANGGAP IN-KONSTITUSIONAL, JPU DAN MAJELIS HAKIM MALAHAN TIDAK PAHAM BAHWA DASAR HUKUMNYA ADALAH KEPPRES NOMOR 11 TAHUN 2005.  KACAU-KAN ????   BAHAYA NGGAK ???  JELAS SANGAT BERBAHAYA . KEPRES ADALAH DASAR HUKUM YANG KUAT MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN .   SEMUA KETERANGAN DI ATAS MEMBUKTIKAN BAHWA APARAT PENEGAK HUKUM KITA TIDAK SIAP .

KASIHAN NAMA BAIK PRESIDEN, SEBAB KORBAN KORBAN TERDAKWA YANG TIDAK KORUPSI TELAH DIADILI DENGAN ALAT BUKTI YANG CACAT HUKUM, KEMUDIAN TETAP DIHUKUM BERAT .

ALLAH SWT AKAN TURUN TANGAN LANGSUNG MANAKALA HAMBANYA MENYEPELEKAN, MENYAKITI ALLAH DAN RASUL-NYA . ALLAH SWT JUGA AKAN MENJATUHKAN AZAB DI DUNIA DAN DI AKHIRAT KEPADA SIAPA SAJA YANG MENYAKITI MUKMIN LAKI DAN MUKMIN PEREMPUAN YANG TIDAK ADA KESALAHNNYA.

SEMARANG, 5 JANUARI 2015
HORMAT SAYA

DRS H MOH TOHIRIN  BIN MARMO MOH AMIN
PURWODADI - JAWA TENGAH - INDONESIA

Minggu, 28 Desember 2014

DAGELAN TIPIKOR DI JAWA TENGAH


PERSIDANGAN DAGELAN 

I.                    Posisi marginal terdakwa 
Seseorang yang dianggap cakap menurut hukum adalah ketika sudah mencapai umur tertentu ( dewasa hukum ) , akalnya sehat dan perbuatan yang dilakukannya dapat dipertanggung jawabkan kepadanya .Pembuktiannya sangat sederhana, misalnya seseorang itu kelompok penggaduh ternak dari Kementerian Pertanian, Hakim hanya akan mencocokkan nama, status dalam kelompok penggaduh ternak itu, dalam persidangan bisa tanya jawab dengan baik, bisa menjelaskan persoalan yang disidangkan, paham terhadap surat dakwaan dari jaksa penuntut umum, maka sudah cukup bagi hakim tadi menetapkan bahwa seseorang yang dimaksud dalam pasal tuntutan terbukti .

Seseorang dapat diduga melakukan perbuatan melawan hukum jika unsur perbuatannya melanggar norma hukum ( peraturan perundang-undangan) . Jika terdakwa adalah penggaduh ternak , pikiran hakim hanya terbelenggu bahwa penggaduh / terdakwa seharusnya mengembangkan ternak dengan baik, tidak mau tahu apakah cara mengembangkannya timbul kesulitan dan tidak peduli apakah kesulitan itu sebenarnya sangat berat menyelesaikannya karena di luar kemampuan penggaduh ternak, tidak akan dikuak hakim secara objektif. Padahal kesulitan itu tidak pernah disiapkan penangannya dan dicatat dalam pedoman sistem gaduhan yang dikeluarkan Kementerian Pertanian . Kalau sampai penggaduh / terdakwa menjual ternak sebagian untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya, tetap saja itu merupakan perbuatan melawan hukum . Dengan pikiran sangat dangkal dari hakim seperti itu, tentu akan sangat mudah sekali membuktikan adanya kerugian keuangan negara . Ternak yang dijual biasanya dihitung sebagai kerugian keuangan negara . Penggaduh tidak memperoleh apapun selama penggaduhan yang belum berhasil tidak lagi menjadi pertimbangan hakim yang meringankan terdakwa . Mereka orang pedesaan yang awam terhadap peraturan perundang-undangan . Mereka menerima bantuan ternak gaduhan itu pun sebenarnya tidak merupakan minat mereka sejak awal , sebab hampir semua yang memperoleh bantuan sosial ternak gaduhan adalah kelompok buatan atau rekayasa dari para anggota partai politik tertentu yang duduk di DPR RI . 
Perbuatan melawan hukum dalam konteks perbuatan tindak pidana korupsi sangat dikaitkan dengan status pelaku yaitu pejabat negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan daerah yang memiliki kewenangan melakukan pengaturan atau menyusun kebijakan atau menerbitkan perijinan , yang perbuatannya bertujuan secara meyakinkan untuk menguntungkan dirinya sendiri / orang lain / korporasi yang berpotensi dapat menimbulkan kerugian keuangan negara / keuangan daerah serta menghancurkan perekonomian negara . Pertanyaannya adalah , bagaimana kerugian yang diderita penggaduh dimana dalam jangka waktu satu sampai dua tahun memelihara ternak tanpa hasil dan itu berdampak pada kehancuran ekonomi rumah tangganya ? Negara dan pemerintah pusat tidak pernah peduli dan tidak pernah melakukan monitoring dan evaluasi program dan kegiatan bantuan sosial ternak gaduhan ini . 

Dalam kelakar sederhana, Undang-undang nomor 31 tahun 1999 melarang seseorang menguntungkan dirinya sendiri atau menguntungkan orang lain dari keuangan negara / keuangan pemerintah daerah . Undang - undang ini juga melarang seseorang memberikan hadiah atau seseorang menerima hadiah dari pihak lain jika berhubungan dengan kegiatan yang didanani dengan APBN / APBD . Kesimpulannya, negara dan pemerintah memang sengaja membuat rakyatnya melarat semua . Maka dalam kehidupan masyarakat di pedesaan, jika ada tetangganya kaya, sering dicurigai nyupang dengan bantuan tuyul . Barangkali , tidak perlu ada gaduhan ternak, tetapi gaduhan tuyul saja sebagai bentuk dagelan bangsa yang primitif. 

Seseorang pejabat negara / pejabat penyelenggara pemerintahan negara atau pihak lain yang terkait dengan perbuatan mereka yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau perbuatan yang melampaui kewenangan yang melekat pada jabatannya dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri / orang lain / korporasi serta telah merugikan keuangan negara / keuangan daerah memerlukan bukti yang kuat dan beberapa saksi , untuk bisa menetapkan seseorang itu sebagai tersangka oleh penyidik . 

Jaksa / polisi selaku penyidik berani menetapkan seseorang menjadi tersangka tentu sudah didahului tindakan penyelidikan yang komprehensif dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang dilanggar calon tersangka, mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan dugaan perkara yang diselidiki, meminta keterangan berbagai pihak sebagai saksi dan meminta keterangan ahli dan jika perlu menyita barang bukti . Proses hukum yang demikian rumit harus dilalui penyidik sampai pada tahapan untuk menetapkan tersangka. 
 
Namun demikian, apakah dalam prakteknya seperti itu ? 

Sepertinya tidak, sebab di banyak kasus, ternyata penetapan seseorang menjadi tersangka ada yang tidak pernah diperiksa namun tiba tiba menjadi tersangka, atau nyata-nyata penyidik tidak / belum memiliki dua alat bukti sudah berani menetapkan tersangka yang dibarengi dengan pemberitaan di media cetak. Ini yang sekarang dipraktekkan para penyidik, apakah itu di kepolisian atau di kejaksaan . Sumber di tipikorngamuk.blogspot.com belum tahu apakah tindakan gegabah dalam penetapan tersangka juga dilalkukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) .

Penetapan seseorang menjadi tersangka dilakukan oleh Pimpinan institusi penegak hukum dengan surat keputusan Kajari atau Kapolres / Kapolresta atau pejabat di institusi atasannya dimana perkara itu ditangani. Seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, ketika dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka seharusnya diberi salinan keputusan penetapannya sebagai tersangka pada saat menghadap untuk diperiksa penyidik, atau bisa juga surat keputusan penetapan tersangka itu dilampirkan pada surat panggilan PRO JUSTICIA yang dikirimkan oleh Kepala Kejaksaan / Kapolres kepada tersangka / keluarga tersangka. Sumber tipikorngamuk.blogspot.com menemukan fakta bahwa mereka dipanggil sebagai tersangka tidak pernah mendapat / diberi keputusan Kajari / Kapolres yang menetapkan ia sebagai tersangka . 

Mengapa terkesan takut memberikan surat keputusan penetapan tersangka  ? 

Tindakan pro justicia di awal penyidikan adalah TINDAKAN PAKSA aparat penegak hukum kepada seseorang . Bukti lain sebagai tindakan paksa adalah bahwa sudah menjadi kebiasaan penyidik atau atasannya disetiap menetapkan seseorang sebagai tersangka selalu dipublikasikan melalui pemberitaan di  media cetak . Para penyidik dan atasannya melakukan hal demikian ini sebenarnya tidak mewujudkan kapasitasnya sebagai penegak hukum yang profesional sebab tidak lagi ingat terhadap azas "praduga tidak bersalah" . Atau bisa juga bahwa disaat reformasi kali ini aparat penegak hukum menempatkan dirinya sebagai pihak yang kebal hukum sehingga mukanya bebal hukum . Dengan cara-cara preman yang dipraktekkan aparat penegak hukum seperti itu maka tersangka dan keluarga besarnya sudah dihukum secara sosial dengan dahsyat . Sikap polisi dan jaksa yang sengaja menyebarkan aib seseorang tersangka yang belum tentu bersalah melalui media cetak merupakan perbuatan yang sebenarnya dilarang Allah swt .Dalam ketetapan Allah swt ( di Al Qur'an ) siapapun yang dengan sengaja membeberkan aib seseorang demi tercapainya tujuan pribadinya atau memenuhi kinerja tugas jabatannya, di saat yang lain pasti Allah swt akan membongkar aib mereka itu seluas - luasnya ketika mereka masih hidup di dunia . 

Melawan penetapan tersangka melalui Pra peradilan atau gugatan tata usaha negara 
Dalam konteks hukum pidana versus hukum tatausaha negara , seharusnya ada keberanian seorang Kajari / Kapolres / Kapolresta memberikan salinan keputusan penetapan tersangka itu kepada tersangka yang bersangkutan. Mereka harus paham bahwa Pemerintah sudah menetapkan kebijakan perlunya keterbukaan informasi bagi dokumen pemerintahan / negara yang klasifikasinya tidak rahasia / terbatas dan semua aparat negara harus mewujudkan good governance di tiap institusi tempat kerjanya . Pejabat negara / pejabat penyelenggara pemerintahan atau pejabat penegak hukum perlu memberikan suri teladan dan berani dikoreksi / dituntut melalui pra peradilan sesuai prosedur KUHAP atau digugat melalui peradilan tata usaha negara terhadap keputusan yang dibuatnya. 

Proses hukum yang dijalani seseorang tidak semata-mata hanya melalui proses pra-peradilan jika berminat untuk melakukan perlawanan terhadap aparat penegak hukum yang dinilainya sewenang-wenang dalam menetapkan dirinya sebagai tersangka atas dugaan perkara pidana / pidana khusus yang tidak didahului dengan dua alat bukti yang kuat dan sah. Warga masyarakat perlu dilindungi .

Presiden wajib melakukan koreksi terhadap ketimpangan proses hukum yang hanya dapat dilawan melalui upaya hukum pra peradilan , tetapi perlu juga difasilitasi dengan peluang bagi tersangka atau keluarganya untuk melakukan perlawanan hukum melalui gugatan tata usaha negara terhadap keputusan Kajari / Keputusan Kapolres / keputusan kapolresta / kapolwil / kajati tentang penetapan tersangka. 

Menurut peraturan perundang undangan bahwa semua pejabat negara yang berwenang menetapkan keputusan adalah pejabat tatausaha negara .

Di Jawa Tengah belum pernah sekali-pun adanya perlawanan tersangka kepada tindakan penyidik atau atasannya dalam hal penetapan tersangka . Mereka kebanyakan hanya pasrah begitu saja . Mereka sudah cukup banyak mendapatkan informasi dari para tersangka yang telah diajukan ke persidangan, membela diri sekuat apapun dengan kesatria tidak ada manfaatnya . Sebab ternyata persidangan pengadilan tipikor di pengadilan negeri semarang Jawa Tengah hanya sebuah dagelan yang disuguhkan JPU dan Majelis Hakim . Fakta ini diperoleh dari wawancara dengan seluruh tersangka / terdakwa tipikor yang diadili di pengadilan tipikor Semarang Propinsi Jawa Tengah - Indonesia . Mereka semuanya menyatakan belum pernah melihat atau membaca atau diberi penyidik salinan keputusan Kajari / Kapolres / Kapolresta yang menetapkan dirinya sebagai tersangka yang menggunakan dasar Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 .

Allah swt akan membuat rekayasa yang lebih hebat dibandingkan rekayasa JPU dan Mejalis Hakim jika berkehendak untuk menghancurkan kebathilan dan keangkara murkaan manusia .
JPU dan Hakim juga manusia, yang dalam fitrahnya ketempatan sifat kikir ketika diberi kenikmatan dari Allah swt , sebaliknya akan selalu berkeluh kesah manakala ditimpa balak / azab dalam kehidupannya . Akal manusia yang memainkan ketetapan hukum menyimpang dari ketetapan hukum Allah swt pasti menjadi bagian tabungan lamanya mereka masuk neraka setelah dibangkitkan dari kematiannya . Apakah mereka masih memiliki keimanan dalam hal yang seperti itu ? Sudah dapat dipastikan bahwa dengan sikap yang cenderung kuat ke arah perbuatan negatif , keimanan mereka terhadap ketetapan Allah swt sangat tipis , atau bahkan tidak ada sama sekali .

Dagelan persidangan tipikor di Jawa Tengah bisa saja semakin merebak menjadi traksasi hukum yang bisa mendatangkan penuhnya kantong JPU dan Hakim .

Seseorang yang ditimpa cobaan melalui penetapan dirinya menjadi tersangka / terdakwa akan semakin menderita manakala tidak dikuati dengan ketabahan dan kesabaran menerima taqdir dari Allah swt . Dia akan merasa menjadi orang yang hina dihadapan masyarakat sekeliling rumah tangganya atau koneksitasnya . Ini adalah manusiawi . Maka dari itu , bagi mereka para terdakwa yang hanya mengejar duniawi, apalagi dugaan perbuatannya korupsi memang benar, pasti-lah akan mudah tergelincir terhadap penawaran bersekongkol dengan JPU dan Majelis Hakim yang menyidangkannya, melakukan transaksi hukuman dengan memberi imbalan uang . Ini ternyata semakin merebak . Menyuap atau diperas ya ? Hanya mereka ( JPU, Hakim dan terdakwa ) yang tahu , kemudian Malaikat Allah pasti mencatatnya dalam kitab pertanggung jawaban di akhirat . Mereka menzalimi dirinya mereka sendiri . Mereka pasti akan menderita sangat pedih atas balasan dari Allah tuhannya di hari akhir. Neraka, mereka akan kekal di dalamnya .

Benar atau salah pasti dijatuhi hukuman .

Sakit dan susah yang muncul dalam diri setiap terdakwa yang dituntut dalam dagelan persidangan tipikor di pengadilan negeri semarang Jawa Tengah - Indonesia, sebab pasti dihukum dengan penjara dan denda, dan ditambah membayar uang pengganti manakala terbukti memperkaya diri sendiri / orang lainb / korporasi dari keuangan negara / keuangan daerah . Majelis Hakim selalu bekerja sama dengan JPU . Putusan Majelis Hakim adalah copy paste surat tuntutan JPU . Majelis Hakim selalu berani menyatakan “ keterangan terdakwa kami abaikan / kami kesampingkan “ atau " keterangan ahli kami kesampingkan " . Majelis Hakim merasa serba tahu semua perkara yang diadilinya .

Sebaliknya, keterangan saksi dari JPU yang berbeda dalam persidangan dengan keterangan di BAP saksi, walaupun menguntungkan terdakwa juga tidak pernah menjadi keberpihakan kepada terdakwa, artinya panitera dan Majelis Hakim sangat suka mengabaikan fakta persidangan , sebagai alasan pembenar untuk harus menghukum terdakwa sesuai pesanan JPU atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui ketua pengadilan tipikor semarang .

Waspada bersikap terhadap aparat penegak hukum 
Celaka-lah siapapun yang sudah terlanjur :
a.        Dijadikan pihak lawan politiknya kemudian disetorkan kepada penyidik baik itu kejaksaan atau kepolisian
b.       Berpendapat dalam dirinya sendiri bahwa ia tidak melakukan perbuatan korupsi yang diduga pelapor / penyidik dan berani menghadapinya secara kesatria
c.        Mengandalkan kejujuran dan kepatuhan terhadap proses hukum tanpa mau membayar uang atas permintaan penegak hukum yang bersangkutan
d.       Dalam setiap perbuatannya selalu takut kepada Allah SWT dan semata-mata berharap memperoleh ridla Allah SWT
e.        Membiayai cukup besar ongkos jasa penasihat hukum dan atau ahli sebagai upaya menegakkan hukum dan keadilan
PERCUMA SIKAP DAN UPAYANYA ITU SEBAB PASTI DIHUKUM OLEH MAJELIS HAKIM WALAUPUN PADA POSISI YANG TIDAK BERSALAH .

Pengadilan tipikor semarang Jawa Tengah - Indonesia sudah rusak, aparat penegak hukum yang menjalankan tugas dan amanat penegakan hukum dan keadilan atas nama Tuhan Yang Maha Esa sudah bermental preman, luntur kecerdasan batinnya, bergembira ria menyakiti terdakwa beserta keluarga besarnya , menjalankan persidangan sekedar pro formalitas / dramatisasi , justru suka mencari tambahan penghasilan dari terdakwa, kongkalikong dengan penasihat hukum dan Jaksa penuntut umum atau pihak lain yang berkepentingan, dan prestasi menghukumkan orang / setiap orang itu dalam rangka mengejar karier selaku pegawai negeri sipil ( PNS ) .

Akibat dari pengkondisian peradilan seperti itu, maka dalam perjalanan sejarah proses hukum di pengadilan tipikor semarang sampai sekarang ini semakin menyuburkan perbuatan korupsi yang dilakukan secara terang-terangan oleh PNS aparat penegak hukum yang dibantu oleh penasiha-penasihat hukum dan pihak lain yang berkepentingan menyengsarakan orang. Mereka itulah yang melakukan korupsi besar-besaran dalam era pemberantasan tindak pidana korupsi dalam dua arah, disatu sisi anggaran dari negara yang sangat besar dipakai untuk praktek dramatisasi peradilan dan disisi lain mereka memeras terdakwa.

Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK )  ..... apakah masih bisa masuk ke lingkungan busuk ini ? Kalau tidak dilakukan penindakan oleh KPK atau tidak diperbaiki oleh Mahkamah Agung , atau tidak dipedulikan lagi oleh Presiden dan DPR RI , cara yang paling tepat dan pasti manjur adalah HUKUM JALANAN . Sekali-kali dipertontonkan kepala jaksa / polisi / hakim yang terpotong dipamerkan di lapangan terbuka untuk umum agar masyarakat luas bertanya, mengapa perinstiwa ngeri itu harus terjadi ?

Ketentuan hukum yang tidak menjamin kepastian hukum 
Perlu diperingatkan melalui blogger “korupsi dan permainan hukum” :
1.            Presiden dan DPR RI segera menata kembali peraturan perundangan yang berlaku di lembaga pemerintahan , utamanya di lembaga eksekutif yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa kebutuhan instansi pemerintah, peraturan perundangan penyelenggaraan badan layanan umum , disinkronkan dengan peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan keuangan negara / pengelolaan keuangan pemerintah daerah dan pengelolaan barang milik negara / barang milik pemerintah daerah .
Kalau masih seperti yang ada sekarang ini, hampir seluruh pegawai negeri sipil yang dilibatkan pimpinan satuan kerja sebagai pejabat pengelola keuangan satuan kerja atau petugas dalam kepanitiaan ( pengadaan barang/jasa , atau pemeriksaan barang , atau penerimaan barang , atau bendaharawan barang ) kalau diproses hukum dengan dugaan korupsi PASTI DIHUKUM OLEH MAJELIS HAKIM dengan pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang undang Nomor 20 Tahun 2001.

2.            Pelibatan peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi , misalnya yang terjadi sekarang ini selalu menjadi PELAPOR DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI dengan sasaran proyek / kegiatan yang didanai APBN ( anggaran Pemerintah Pusat ) atau APBD ( anggaran pemerintah daerah propinsi  / kabupaten / kota ) , sudah cenderung tendensius sebagai ajang balas dendam katurunan orang orang yang di jaman orde lama / orde baru dipenjarakan dengan tuduhan komunis, atau balas dendam akibat kekalahan dalam pilihan anggota legislatif / kepala desa / perangkat desa , atau sekedar fitnahan belaka karena permusuhan . Celakanya, kondisi buruk akibat diakomodasikannya peran serta masyarakat di dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 ini justru disuburkan secara salah oleh polisi dan atau jaksa dengan membuka pintu lebar - lebar untuk kolaborasi jahat, walaupun laporan pengaduannya tidak disertai alat bukti awal sedikitpun tetap dikemas menjadi dugaan perkara tindak pidana korupsi. Bahkan ada kecurigaan di kalangan masyarakat luas bahwa surat-surat laporan pengaduan ( surat budeg / surat kaleng ) sudah biasa dibuat sendiri oleh polisi / jaksa manakala kesepian tidak ada sasaran bidik yang jelas atau butuh dukungan logistik untuk mendongkrak karier PNS nya meraih jabatan struktural .Dengan demikian sudah sangat komplit bahwa kehancuran bangsa indonesia melalui kebijakan nasional pemberantasan korupsi, sudah dicederai dengan dua hal negatif, yaitu pertama , oleh undang undang Nomor 31 tahun 1999 Jo undang undang nomor 20 tahun 2001 yang tidak sejalan dengan ketetapan Allah SWT , yaitu belum ada perbuatan yang riil telah merugikan keuangan negara sangat mudah mengkriminalisasi seseorang yang menjadi TO ( target operasi kinerja ) , dan yang kedua diakibatkan dekadensi moral / mental pejabat pemerintah / pejabat negara yang benar-benar riil merampok uang negara untuk memperkaya dirinya sendiri dan pejabat penegak hukum yang juga memanfaatkan kekuasaannya untuk menghukum seseorang mencari kekayaan haram dengan cara mejual belikan tuntutan / vonis hukuman dengan terlapor / tersangka / terdakwa yang pantas diperas uangnya .

3.       Hakim bukan manusia super yang bisa mengaku serba tahu seluruh substansi perkara yang diajukan JPU untuk disidangkan secara terbuka dan terbuka untuk umum . Di pengadilan negeri tipikor semarang, satu majelis hakim setiap hari menyidangkan 5 - 7 perkara . Jelas sangat berat dan tidak sempat memperlajari pokok perkara yang disidangkan mereka. Majelis hakim sangat licik hanya dengan memperhatikan tuntutan JPU dan kemudian meminta flash disk kepada JPU yang memuat surat dakwaan dan surat tuntutan untuk kemudian menugaskan kepada panitera / panitera pengganti mengcopy paste isinya untuk dituangkan dalam pertimbangan putusan . Seluruh putusan majelis hakim sepertinya menggunakan rumus, hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa minila 2/3 ( dua pertiga ) tuntutan JPU . Kalau kurang dari 2/3 , JPU pasti banding / kasasi . Kebiasaan seperti tontonan negatif yang dipamerkan panitera / panitera pengganti dan Msjelis Hakim adalah tidur pulas di ruang sidang yang dilihat banyak pengunjung . Mereka tidak malu . Sebab yang membuat mereka kelelahan adalah para JPU dari 35 kabupaten / kota se jawa tengah yang berlomba mengejar target yang dibebankan Presiden / Jaksa Agung / Kapolri / Kajati / Kapolda / Kajari / Kapolres sejumlah perkara korupsi dalam setiap bulannya. Presiden tidak pernah mengevaluasi kinerja yang ditugaskan kepada pembantu-pembantunya di bidang penegakan hukum . Maka peran tiga lembaga yang dibentuk sebagai TIMTASTIPIKOR dengan keputusan presiden nomor 11 tahun 2004 , yaitu BPKP , Kapolri dan Jaksa Agung tidak pernah berkoordinasi atau berkonsultasi dengan KPK / BPK RI / PPATK , menjadikan arah pemberantasan korupsi membelok dipakai untuk memperkaya para pejabat penegak hukum itu sendiri . Masyarakat umum bertanya melalui pengelola blogger korupsi dan permainan hukum ini, apakah keputusan presiden nomor 11 tahun 2004 yang diperbaharui setiap 2 tahun oleh presiden itu konstitusional atau justru inkonstitusional ??????. Apakah hasil perhitungan kerugian keuangan negara / keuangan daerah yang dilakukan auditor BPKP yang tidak dikoordinasikan dengan BPK RI seperti yang diperintahkan dalam diktum KEEMPAT keputusan presiden itu menjadi alat bukti yang sah atau tidak sah dalam persidangan tipikor ?????.  Majelis Hakim dan JPU justru tidak paham apa itu timtastipikor bentukan presiden . Hal ini akan nyata terbukti manakala terdakwa atau penasihat hukum terdakwa menolak hasil perhitungan BPKP tentang kerugian keuangan negara yang tidak dikonsultasikan ke BPK RI , majelis hakim dan JPU malahan bengong , tetapi kemudian berkomentar , silahkan ditolak, tetapi apa yang diungkapkan BPKP sebagai alat bukti sudah menjadi yurisprudensi . Kemudian majelis hakim memerintahkan kepada panietara untuk tetap mencatat keterangan saksi dari BPKP sebagai bukti yang kuat untuk membenarkan dakwaan / tuntutan JPU .
Memimpin persidangan hakim bukan berposisi sebagai pejabat yang memiliki kekuasaan harus memposisikan diri mereka lebih tinggi dari terdakwa . Keterbatasan ilmu dan pemahaman hakim terhadap substansi berbagai perkara tentu akan diluruskan / dilengkapi / diperjelas oleh saksi-saksi ( de charge atau a de charge ) dan ahli . Maka akan benar-benar menjadi manusia super serba tahu manakala hakim mengesampingkan keterangan ahli yang oleh hukum diakui bisa menjadi alat bukti yang kuat . Kebiasaan hakim bertanya kepada terdakwa : “ apakah saudara merasa bersalah ? “  atau “ apakah saudara tyerdakwa menyesali perbuatannya “ , menggambarkan kebodohan hakim dan pertanda buruk persidangan. Kalau kebiasaan itu selalu dipraktekkan , lebih baik tidak ada acara persidangan, artinya polisi / jaksa menangkap seseorang yang dilaporkan kemudian langsung dipenjarakan atas kekuasaannya . Ini adalah bagian pendapat para terakwa / terpidana yang sudah menjalani persidangan di pengadilan tipikor semarang .

Tidak rasional, mengadili sendiri justru memperberat hukuman 
Hakim di tingkat banding , melalui acara mengadili sendiri ( tanpa memeriksa ulang terdakwa dan saksi / ahli ) , yang hanya membaca berkas perkara yang sudah sejak awal dimanipulasi JPU dan Majelis Hakim tingkat pertama, menjadi tidak rasional manakala memperberat hukuman bagi terdakwa.

Sama seperti halnya di tingkat kasasi di Mahkamah Agung yang beracara “ mengadili sendiri “ , juga tidak rasional kalau kemudian ikut - ikut memperberat hukuman terdakwa .

Logikanya, dalam mengadili sendiri terhadap permohonan banding atau kasasi dari terdakwa sebaiknya dimaksudkan untuk memenuhi / menjawab sebuah pertanyaan yang sangat fundamental : mengapa terdakwa mengajukan banding atau kasasi ?

Jawabannya pasti : tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya . Dia merasa dizalimi hakim dan JPU . Mengapa majelis hakim pengadilan tinggi tipikor atau mahkamah agung tidak peka . Banyak kok perkara yang dituduhkan sebagai tipikor sebenarnya bukan tipikor murni . Banyak yang merupakan hasil manipulasi dari perbuatan pejabat administrasi negara / perbuatan pejabat tata usaha negara kemudian dikriminalisasi penyidik .

Bagi jaksa / polisi / hakim yang beragama islam, disarankan untuk semakin takut keliru ketika menangani sebuah dugaan perkara tindak pidana / tindak pidana korupsi . Hukum di negara indonesia masih mengedepankan azas PRADUGA TIDAK BERSALAH . Dengan azas hukum ini sebaiknya negara tidak perlu terbebani ongkos makan dan ongkos lain-lain yang diperuntukkan bagi sebuah tindakan penahanan seseorang yang baru berstatus tersangka . Negara tidak perlu khawatir atau takut , jika tidak ditahan kemudian melarikan diri, atau membujuk / mempengaruhi saksi-saksi yang dibutuhkan penyidik, atau menghilangkan barang bukti, atau mengulang perbuatannya. Kekhawatiran / ketukan demikian ini tidak beralasan manakala sudah banyak bukti / fakta di jawa tengah bahwa tersangka dan atau terdakwa yang dipenjarakan jaksa penuntut umum , sebagian besar bukan pelaku korupsi sebagai makna korupsi di dalam Undang - undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 . Silahkan diteliti , wahai pemimpin - pemimpin negara .

Hati - hati ....... balasan dan siksa dari Allah SWT terhadap hakim dan jaksa atau polisi yang menyimpang dari hukum ketetapan Allah SSWT. Waspadalah terhadap hukum karma ...... dan perhatikan kehidupan lahiriyah para jaksa, polisi dan hakim yang menyimpang akibat kekafirannya / kezalimannya terhadap ayat ayat Allah SWT . Laknat sudah mereka terima di dunia . Itu akan berlanjut siksaan di neraka setelah dibangkitkan dari kematiannya .

Ikuti terus : tipikorngamuk.blogspot.com

Semarang, 29 Desember 2014