Minggu, 30 November 2014

PEMBANTAIAN PNS DENGAN KORUPSI



DIPECAT ATAU TIDAK

Pegawai negeri sipil ( PNS ) sebagai pegawai negara bisa menduduki jabatan struktural dan jabatan fungsional . Jabatan fungsional dibedakan jabatan fungsional khusus dan jabatan fungsional umum . Jabatan struktural memiliki eselon , mulai dari eselon V , eselon IV, eselon III, eselon II, eselon I . Jabatan fungsional khusus bermacam-macam jenisnya antara lain pengawas sekolah, penyuluh lapangan pertanian / peternakan / perikanan , bendahara pengeluaran , bendahara penerimaan, juru ukur tanah, pengawas pertambangan dan lain-lain . Sedangkan jabatan fungsional umum bisa disebutkan jenisnya antara lain pengelola arsip, pengelola perpustakaan, pengelola sistem informasi dan dokumentasi hukum .
Yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah , yaitu penerimaan dan belanja di satuan kerja perangkat daerah ( SKPD ) diserahkan tugas pengelolaannya kepada pejabat struktural dan atau PNS dalam jabatan fungsional khusus, antara lain sebagai pengguna anggaran ( PA ) , kuasa pengguna anggaran ( KPA ), pejabat penatausahaan keuangan ( PPK ), pejabat pelaksana teknis kegiatan ( PPTK ), bendahara penerimaan , bendahara pengeluaran, pembantu bendahara penerimaan dan pembantu bendahara pengeluaran .
Anggaran belanja di suatu SKPD bisa dalam rumpun belanja langsung urusan (wajib) dan bisa juga belanja langsung non urusan (wajib). Anggaran belanja itu dipilah lagi ke dalam belanja pegawai , belanja barang/jasa dan belanja modal . Untuk indeks harga barang kebutuhan Pemerintah Daerah setiap tahun anggaran disusun tim yang dibentuk Kepala Daerah dengan surat keputusan. Tim ini wajib mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya mengenai informasi harga barang/jasa kemudian dikaji dalam rangka menetapkan harga perkiraan setempat ( HPS ) sebagai dasar penetapan indeks harga barang kebutuhan pemerintah daerah yang ditetapkan Kepala Daerah dengan surat keputusan .
Pelaksanaan anggaran di SKPD , utamanya belanja modal dan atau belanja barang/jasa harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pengadaan barang / jasa kebutuhan pemerintah daerah .
Penunjukan pejabat struktural atau pejabat fungsional khusus dan fungsional umum pada fungsi pejabat pengelola keuangan pada umumnya tidak disertai pendidikan dan pelatihan ( diklat ) atau orientasi jabatan . Dampaknya cukup fatal manakala pemahaman mereka sangat rendah , kemudian banyak celah kesalahan prosedur yang memungkinkan terjadinya kerugian keuangan daerah , sehingga jika dilaporkan pihak - pihak yang mengedepankan kedengkian kepada aparat penegak hukum bisa menjadi fatal . Dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( PTPK ) aparat penegak hukum sangat mudah mencelakai pejabat pengelola keuangan daerah dengan dakwaan korupsi . Apapun jenis dan tingkat kesalahan yang diduga telah dilakukan pejabat / PNS tersebut , sepanjang kegiatan tersebut mengkait dengan APBD , sangat mudah untuk dijebloskan ke dalam penjara karena korupsi .
Namun demikian, perbuatan PNS yang diduga merugikan keuangan daerah ( negara ) tentu harus disertai pembuktian secara hukum setelah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, pada Pasal 6 yang menyatakan sebagai berikut :
 (1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Pada Pasal 8 dinyatakan sebagai berikut :
 (1) Untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK menyerahkan pula hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK.
(3) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.
(4) Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Etika konstitusi seperti demikian ini sudah tidak dipedulikan lagi oleh aparat penegak hukum , baik dari jajaran kepolisian maupun dari jajaran kejaksaan .

Kerugian keuangan negara yang menjadi unsur utama suatu perbuatan melawan hukum, sering dihitung sendiri oleh penyidik, atau dimintakan bantuan audit investigasi BPKP atau akuntan publik . Namun faktanya, semua hasil pemeriksaan selain dari pemeriksa BPK RI tidak pernah dikoordinasikan / dikonsultasikan kepada BPK RI sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tersebut dipakai sebagai alat bukti di persidangan tipikor di Jawa Tengah . 

Makna korupsi menurut Undang-undang tentang PTPK , tidak harus telah terjadi secara riil kerugian keuangan daerah ( negara ) . Dalam Undang - undang PTPK  sebuah tindakan yang melampaui kewenangan dan melawan hukum dengan indikasi berpotensi dapat ( akan ) menimbulkan kerugian keuangan daerah (negara) pasti dihukum penjara dan di denda serta dihukum tambahan membayar uang pengganti sesuai dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang tentang PTPK tersebut . Hakim pasti memenuhi tuntutan jaksa penuntut umum ( JPU ) dengan rumus hukuman penjara akan dijatuhkan sekurang-kurangnya 2/3 dari tuntutan JPU.
Jika vonis hukuman kurang dari 2/3 tuntutan JPU, pasti akan dibanding JPU . Di pengadilan Tinggi Tipikor juga ada semacam kesepakatan bahwa semua upaya banding JPU harus dipenuhi, sehingga hukuman pasti akan ditambah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tipikor . Acara persidangan di pengadilan banding adalah “ Majelis Hakim mengadili sendiri “ artinya : majelis hakim hanya ( kalau sempat ) mempelajari / menelaah / mengkaji , memeriksa dan memutuskan vonis berdasarkan berkas perkara , tidak pernah terjadi persidangan tersebut menghadirkan kembali terdakwa dan saksi-saksi . Betapa buruknya beracara dalam upaya banding , sebab ketika persidangan di tingkat pertama penuh dengan rekayasa atau manipulasi , maka terdakwa semakin menderita karena lama hukuman penjaranya pasti ditambah, bahkan hukuman denda juga ditambah .
Upaya kasasi ke Mahkamah Agung di Jakarta juga tidak ada acara persidangan yang fair dan terbuka , persidangan yang agung dan transparan . Tanpa menjelekkan hakim agung tertentu yang dijuluki robot karena sering temparemen dan suka menjadi algojo terhadap terdakwa, hasil upaya kasasi pasti ditolak, kecuali ada kesalahan prosedur JPU dalam melakukan upaya hukum kasasi , maka kasasi terdakwa kabul . Misalnya : di tingkat pengadilan tipikor pertama terdakwa divonis bebas murni, namun JPU melakukan upaya hukum tidak langsung kasasi ke MA , yaitu melalui banding terlebih dahulu, maka inilah yang dimaksud JPU telah melakukan kesalahan prosedur dalam melakukan upaya hukum.
Kalau para pejabat pengelola keuangan daerah sudah banyak yang ditipikor-kan oleh aparat penegak hukum akibat kesalahan prosedur dalam pengadaan barang / jasa kebutuhan pemerintah daerah , dan ini adalah bagian dari akibat tidak dilakukannya diklat , maka mereka sebetulnya menjadi korban yang dikorbankan Kepala Daerah atau pihak yang berkepentingan menjebloskan mereka ke dalam penjara .
Polisi dan Jaksa pasti-lah sangat senang dengan kondisi peraturan perundangan pengadaan barang / jasa yang amburadul . Seharusnya dilakukan kajian ulang peraturan perundangan pengadaan barang / jasa dengan menambah ketentuan yang menegaskan bahwa kesalahan prosedur yang mewarnai pelaksanaan pengadaan barang / jasa tidak dapat dipidanakan. Kesalahan prosedur yang dapat diduga menimbulkan kerugian keuangan daerah ( negara ) harus melalui pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan sesuai Undang - undang Nomor 15 Tahun 2004 Jo Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 dan Jo Peraturan Kepala BPK Nomor 3 Tahun 2006. Berdasarkan LHP BPK itu kemudian Kepala Daerah menindak lanjuti penyelesaian kerugian keuangan daerah ( negara ) melalui Majelis Tuntutan Perbendaharaan dan Ganti Rugi ( TPGR ) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Jo Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dengan segala perubahannya . Jadi tidak langsung dilidik atau disidik aparat penegak hukum .
Kerugian keuangan daerah ( negara ) dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan , sebagaimana diatur di dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 sebagai berikut :
Pasal 10
(1) BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
(2) Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK.
(3) Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau:
a. penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain;
b. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; dan
c. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Untuk menjamin bahwa penagihan kerugian daerah ( negara ) dilaksanakan sungguh-sungguh oleh Majelis TPGR, maka Pemerintah Daerah Kabupaten ( Kota ) harus mengaturnya dalam peraturan daerah . Keputusan Majelis TPGR adalah sah dan kuat , dan wajib diperhatikan oleh aparat penegak hukum sampai batas waktu daluwarsa yaitu 8 ( delapan ) tahun sejak ditetapkan . Kepala Daerah Kabupaten / Kota wajib menyerahkan kepada Kejaksaan Negeri setempat jika Majelis TPGR tidak berhasil menagih pengembalian kerugian daerah / negara setelah batas waktu daluwarsa terlampaui, untuk dilakukan penanganan secara perdata tatausaha negara oleh Kejaksaan Negeri setempat . Jadi belum dilakukan penyidikan secara pidana khusus .
Etika koordinasi antar institusi yaitu Pemerintah Daerah dengan Kepolisian dan atau Kejaksaan harus dijunjung tinggi semua pihak . Namun setelah Undang-undang PTPK Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 ditetapkan Pemerintah, peran Majelis TPGR dalam menangani penagihan kerugian daerah dipandang sebelah mata oleh institusi penegak hukum.
Apakah sudah diinstruksikan agar tidak ada lagi sikap konsisten penyelenggara kekuasaan yudikatif dalam mematuhi peraturan perundang-undangan yang mengatur tatacara pemeriksaan keuangan negara/ daerah yang masih bersinergis dengan peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan keuangan daerah ?
Itulah fakta praktek tata negara dan tata pemerintahan yang dilakukan oleh penyelenggara negara kita di bidang penegakan hukum pidana khusus, sudah menghalalkan segala upaya, yang penting kinerja kepolisian dan kejaksaan serta pengadilan tipikor mendapat penilaian bagus dari L S M .

Bagaimana nasib PNS yang terjerat perkara tindak pidana korupsi ?
Berbeda dengan aparat penegak hukum, misalnya dari kepolisian. Penyelesaian status anggota kepolisian akan ditentukan dalam sidang kode etik setelah menjalani hukuman yang dijatuhkan pengadilan .
P N S  atau aparat pemerintah yang disamakan dengan PNS , akan diperlakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 , yaitu manakala dihukum penjara sekurang-kurangnya 2 tahun, maka ada dua pilihan, yaitu dapat diberhentikan tidak dengan hormat atau tetap dipertahankan status PNS nya . Tidak diberhentikan dari status PNS dengan hukuman tertentu, yaitu hak gajinya hanya diberikan 50 % - 75 % . Semua tunjangan jabatan dan atau tunjangan tambahan penghasilan beban kerja dihapus.
Oleh sebab itu para Kepala Daerah dan pejabat pembina kepegawaian daerah dibantu Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mengurus kepegawaian harus konsisten dengan ketentuan peraturan perundangan di bidang kepegawaian, dengan mengabaikan tekanan-tekanan pihak lain yang tidak berkepentingan langsung . Hal ini menjadi peringatan khusus sebab di beberapa Daerah , sudah ada PNS yang menggugat ke PTUN atas keputusan Kepala Daerah yang memberhentikan PNS tersandung korupsi namun hukumannya kurang 2 tahun .
Mungkin dapat dipertimbangkan seperti penerapan peraturan kode etik KORPRI sebagaimana kode etik Polisi, dalam rangka melakukan tindakan disiplin terhadap PNS yang terjerat korupsi . Artinya, PNS tetap menjalani hukuman terlebih dahulu kemudian akan ditetapkan nasib status PNS-nya setelah selesai menjalani hukuman penjara yang diputuskan Hakim .
Kepastian hukum secara universal di suatu negara hukum harus ditegakkan. PNS dan Polisi adalah aparat negara . Perlakuan yang berbeda menggambarkan betapa hancurnya negara hukum Republik Indonesia dimata dunia internasional . 

Namun bagi Pegawai Negeri Sipil yang benar - benar terbukti secara sah dan meyakinkan sangat kuat niat jahatnya melakukan korupsi dan telah mendapatkan keuntungan pribadinya, dan telah nyata nyata merugikan keuangan negara / daerah , tidak perlu ada pertimbangan yang lain kecuali LANGSUNG DIPECAT DENGAN TIDAK HORMAT dari statusnya PNS . 
Yang perlu mendapatkan perhatian dan pertimbangan khusus adalah PNS golongan rendahan yang "dipaksa" atasan nya menjadi anggota kepanitiaan dalam kaitannya dengan pengadaan barang / jasa .

Ikuti terus : tipikorngamuk.blogspot.com .

Semarang, 29 Nopember 2014

Kamis, 27 November 2014

MODUS OPERANDI TRANSAKSI PUTUSAN

BERLOMBA MEMPERKAYA DIRI

Dalam tulisan tipikorngamuk.blogspot.com kali ini intermezo suasana suap yang dilakukan Hakim , kebetulan melibatkan peran suami, isteri, anak dan pembantu rumah tangga.

Suatu hari rumah hakim di kota Jalatunda kedatangan tamu seorang wanita . Wanita itu datang dengan wajah kuyu , sambil berdiri di teras rumah dia mengetuk pintu : thok thok , kemudian mengucapkan salam "selamat malam"  dilanjutkan memanggil : adakah tuan rumah di dalam ?

Dari dalam rumah pak hakim menyahut , oooh ada ada , sebentar ya , saya baru sibu. 

Selesai menjawab panggilan tamu itu, pak hakim kemudian memerintah isterinya untuk membuka pintu : mama.....tolong dibukakan pintunya dan tamunya dipersilahkan duduk dulu dan menunggu saya . Tidak lama kok . gitu ya ma.......

Isteri hakim itu menjawab : Iya iya ....papa sepertinya lupa . Selama ini kan aku yang sering menerima tamu yang berperkara? Uang yang papa hitung ini apa ? Itukan uang yang aku terima kemarin malam to pa ? Papa santai dulu sambil menghitung uang ini sampai selesai , aku yang mberesin tamu itu, oke ! Tanpa menunggu jawaban suaminya, isteri hakim langsung ke ruang tamu .

Pak Hakim sambil mengamati isterinya melenggang ke ruang tamu berpesan : ya sudah mama saja yang terima tamu ..... 

Anak pak Hakim yang ikut asyik turut menghitung uang berkata : Papa....aku mohon ijin nemenin mama terima tamu, boleh ya pa ? Dia melanjutkan kata-katanya : jika ada aku biasanya mama tidak ragu menghadapi tamu yang berperkara .

Pah Hakim : Iya iya .... boleh......ini kesempatan untuk latihan kamu supaya paham bagaimana cara bekerja ayahmu menjadi hakim bisa mengatur vonis hukuman di rumah . Menjadi hakim di jaman sekarang kok berlagak bersih , bisa kamu lihat tuh pak Dede , rumah sebelah , dia satu-satunya hakim di Pengadilan Jalatunda yang tidak punya teman. 

alau terdakwa tidak toleran ya.....pasti papa hukum seberat-beratnya . Papa nggak peduli......apakah di persidangan terbukti atau tidak . Kalau dengan terdakwa yang toleran papa harus lembut ....gitu lho ya..  Dah sana .... mamamu ditemenin ya .

Di ruang tamu ...... tamu wanita itu seorang isteri penggaduh sapi bantuan kementerian pertanian tahun 2008 yang diperkarakan polisi dan jaksa kabupaten tulang punggung .

Tamu wanita  : Selamat malam Ibu Hakim ...... mohon saya diijinkan menyampaikan kepada Ibu Hakim tentang niat saya menghadap malam ini . Tadi siang suami saya kan menjalani sidang di pengadilan tipikor Jalatunda . Saya kebetulan tidak ikut mendampingi suami saya .

Isteri Hakim : oohh.... itu maksudnya Ibu datang bertamu ke rumah saya . Apa ada tujuan khusus mengenai suami Ibu ? tanya isteri hakim kepada tamunya .

Setelah tamu wanita itu duduk di kursi tamu bersama isteri hakim dan anaknya , dia berkata : Bu hakim ...... saya dari Kabupaten Tulang Punggung, malam ini bertamu ke sini bermaksud menyampaikan pesan suami saya yang bernama DADU . Suami saya menjalani sidang kasus korupsi pakan lele yang diterima dari Pak Camat Tulang Bawang Kabupaten Tulang Punggung tahun 2002 . Dengan wajah kuyu dan nafas mendesis wanita itu melanjutkan : Bu hakim...... pakan lele itu sebagian terpaksa kami makan ketika rumah tangga kami tidak punya beras . Eeeee.... ueenaak juga pakan lele itu . Sampai tetangga sebelah kami iri kemudian melaporkan suami saya ke Polisi Polres Tulang Punggung . Dengan wajah kuyu dan sedikit dibuat serius , wanita itu bertanya kepada isteri hakim : Bu hakim..... ikan lele-nya kan tidak protes kepada suami saya. Apakah suami saya bisa dibebaskan ya bu hakim ?

Isteri Hakim sebelum menjawab dalam hati berkata : kayaknya tamu wanita ini tidak tahu kalau aku bukan hakim yang menyidangkan perkara suaminya, dengan menghela nafas panjang dia kemudian menjawab : Itu sih gampang ........ hukuman bisa diatur ...... tetapi jangan minta dibebaskan ya. Kalau membebaskan terdakwa para hakim akan diperkarakan oleh LSM dan diadili oleh Komisi Yudisial . Apa yang ibu taruhkan untuk meminta hukuman ringan untuk suami ibu ?

Jawab Tamu Wanita itu : kami ini kan orang desa ..... ketika makan pakan lele sempat mencret diare tiga hari , alhamdulillah ada bidan di desa kami yang kemudian memberi obat daun jambu kluthuk untuk dimakan . Eeeee sembuh . Dia kemudian melanjutkan bicaranya .... Bu hakim ..... sisa pakan lele akhirnya kami jual di kota Tulang Bawang, laku 50 juta . Uangnya saya bawa kemari untuk nebus suami saya agar dihukum ringan oleh bu hakim . Bagaimana Bu Hakim ? Jumlah 50 juta sudah cukup to Bu Hakim ?

Barang lain yang kami bawa ada pisang , ada tape ketan, ada beras rojolele delanggu , ada daging sapi bakar..... ini semua untuk Bu Hakim sekeluarga .

Anak pak Hakim ikut menyahut : waah waah itu sih sepertinya cukup lah ya ma .....

Isteri pak Hakim : coba nak..... KAU lihat dulu berapa isi uang dalam amplopnya  .

Mendengar itu semua putra pak hakim yang sejak nemenin ibunya ikut bicara : Ibu ..... wanita ini bagus sekali niatnya..... sekeluarga mereka cuma makan pakan lele sedikit sudah membawa uang untuk kita 50 juta. Terima saja uang dan barang bawaannya .

Mendengar saran anaknya isteri pak Hakim menjawab putranya : bagus kalau gitu nak ..... ntar dalam sidang mendatang suami Ibu ini akan  kita vonis hukuman 1 tahun aja. Itu hukuman minimal untuk perbuatan merampas hak ikan lele yang tidak dimusyawarahkan terlebih dahulu, walaupun ikan ikan lele tidak protes. Pak Dadu suami ibu ini sudah melampaui kewenangan alam jagat raya , yaitu merusak keseimbangan kebutuhan ikan dan manusia , walaupun mencret tiga hari, namun itu tetap salah dan nilainya tidak bisa mencapai 6 .

Mendengar perkataan isteri hakim yang ditujukan putranya itu tamu wanita tadi menimpali : baiklah Bu Hakim .... suami saya akan divonis 1 tahun penjara . Sampai sekarang suami saya sudah menjalani tahanan 8 bulan . Kami ada permohonan lainnya Bu Hakim ..... suami saya jangan ditambah hukuman denda ya Bu Hakim . 

Istri pak Hakim balik bertanya : mengapa tidak boleh ditambah denda ? 

Tamu wanita itu menjawab : terus terang ya Bu Hakim..... kami sekarang ini bisa makan karena ada kartu saksi Presiden Jokowi ......... Jadi ...... kami ini sudah mlarat ..... sudah jatuh lebih miskin ......., rumah saja sudah hampir ambruk ........ kalau ditambah denda membayarnya dari mana ? 

Isteri pak Hakim menasihati : jangan khawatir...... dalam perkara korupsi ..... vonis denda itu harus ada ..... tetapi suamimu boleh tidak membayar kalau ada surat keterangan miskin dari kepala desa tempat tinggal ibu , atau diganti menjalani hukuman kurungan .Boleh memilih...... denda itu minimal 50 juta dan dapat diganti kurungan 1 atau 2 bulan . 

Tamu wanita itu menjawab lirih : ya...ya...kami manut bu Hakim . Wanita itu kemudian pamit pulang .

Selang beberapa saat ...... daun pintu diketuk orang dari luar :  thok thok ..... thok thok .... selamat malam ...

Isteri pak Hakim dan anaknya berbisik bisik : wah siapa lagi yang membawa rezeki malam ini ya ??

Isteri pak hakim itu kemudian perintah kepada putranya : Nak.....tolong segera dibukakan pintunya .

Setelah dibuka, seorang laki-laki berjanggut tebal menyampaikan salam : selamat malam Ibu ...
Dia melanjutkan : ......atasnama hukum, saya dari KPK Jakarta , sekarang juga saya menangkap ibu dan anak ibu yang baru saja menerima suap dari seorang wanita yang baru saja pulang dari rumah ini . Suami ibu juga ikut ditangkap untuk diadili dengan dakwaan telah menerima suapuntuk keuntungan diri sendiri . 

Isteri pak Hakim hanya diam menunduk dan tidak bisa berkata apapun. Akhirnya bersama suami dan anaknya  malam itu juga diborgol penyidik dan dibawa ke kantor KPK Jakarta 

K P K  sudah tidak berwibawa.  KPK tinggal sebuah nama . Mereka tidak lagi melakukan supervisi kinerja institusi kepolisian dan kejaksaan . Sehingga banyak polisi dan jaksa bermain mata dengan para hakim mencari keuntungan dalam era pemberantasan korupsi semakin merajalela . KPK sudah tidak mampu lagi OPERASI TANGKAP TANGAN ( OTT ) . 

Barangkali akan menyedihkan bagi bangsa ini.....ketika di suatu saat nanti ....justru aparat KPK terjaring dalam OTT kejaksaan agung atau mabes POLRI . 

Ikuti terus : tipikorngamuk.blogspot.com

Semarang . 27 Nopember 2014





Selasa, 25 November 2014

BAHAYA BAGI PETANI - STOP BANSOS APBN

 MENTERI PERTANIAN MENYENGSARAKAN PETANI

Koruptor tidak lagi milik pejabat tinggi negara atau pejabat penyelenggara negara , seperti presiden, wakil presiden, menteri, direktur jendral, sekretaris jendral, anggota DPR RI , bupati , walikota, anggota DPRD , pejabat pemkab / pemkota dan kepala desa / lurah . 
Pejabat tinggi negara pengambil kebijakan pada hakekatnya tidak bisa dipidanakan dan tidak boleh dikriminalisasi .

Itu benar , kata rakyat jelata . 

Buktinya apa ?

Menteri Pertanian pada masa pemerintahan presiden SBY juga sudah obral bantuan gaduhan ternak sapi , dengan anggaran (aspirasi) di APBN , artinya anggaran tersebut melekat pada mata anggaran kementerian pertanian , dimana ada rumor yang kuat bahwa anggaran itu disediakan atas tekanan anggota partai politik yang menjadi anggota Badan Anggaran DPR RI atau Komisi DPR RI tertentu .

Realisasi anggarannya sampai pada penerima bantuan pasti sesuai prosedur administrasi keuangan negara , dilakukan oleh pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran yang dibantu oleh pejabat penatausahaan keuangan di kementerian pertanian tersebut.

Pemerintah Daerah ( Kabupaten / Kota )  tidak dilibatkan dalam seluruh tahapan realisasi anggaran sebab di jaman pemerintahan negara RI sekarang ini tidak dikenal hubungan struktural antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah . Hal ini dapat kita lihat dalam Undang-undang Pembentukan Kementerian Republik Indonesia, disana hanya dinyatakan bahwa hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah adalah pembinaan teknis dan supervisi . Dengan azas demikian ini sama saja sudah menghilangkan azas tugas pembantuan ( medebewind ) . Dengan demikian menjadi lucu karena pengelolaan APBN dengan kegiatan di Daerah sekalipun tidak akan pernah dilakukan melalui tugas pembantuan .

Pejabat tinggi negara di kementerian senang sekali melepaskan tanggung jawab atas pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Seperti pelaksanaan penggaduhan ternak sapi dari kementerian pertanian, aparat Pemerintah Daerah yang membidangi urusan hewan ( dari dinas peternakan Kabupaten / Kota ) hanya diminta bantuan menjadi pembina teknis pemeliharaan ternak , atau pemeriksaan kesehatan ternak dan pembuatan / renovasi kandang ternak serta pemanfaatan kotoran ternak menjadi olahan kompos / pupuk organik . Pelaksanaannya pun tidak sungguh-sungguh . Maka dari itu ketika terkuak ada dugaan penyimpangan, aparat Daerah tidak bisa dimintai tanggung jawab secara hukum maupun secara teknis .

KORUPTOR GAYA PENGGADUH SAPI BANSOS

Mengawali uraian selanjutnya penulis menyatakan bahwa sebenarnya yang nakal bukan petani penggaduh sapi bansos kementerian pertanian. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pembelian ternak sapi indukan cenderung dilakukan pihak lain atas pengarahan dari anggota DPR RI yang berlagak "mencarikan anggaran aspirasi ini" . Ternak sapi indukan yang pengadaannya terpusat dan terarah tersebut dipatok dengan harga yang sangat tinggi sesuai selera pemesan , dalam rangka mendapatkan keuntungan. Jadi harga sapi indukan di mark up. Penggaduh ( rakyat desa ) tidak bisa berbuat apapun , kecuali harus menerima sapi yang dibelikan pihak lain itu . Jika sapi indukan itu bermasalah, misalnya sakit, tidak bunting dan lain sebagainya, harga jualnya sangat rendah . Otomatis kalau dibelikan ulang akan mendapatkan jenis sapi yang lebih kecil, atau jumlah sapi-nya akan berkurang . SELISIH jumlah awal dan jumlah dalam perjalanan pemeliharaan ini ketika dilaporkan tetangga penggaduh kepada polisi atau jaksa, wah ibarat mendapatkan DURIAN RUNTUH. Langkah cepat menyidik pasti dilakukan dengan gaya matador, artinya menggoda penggaduh untuk bermain-main, kemudian ketika penggaduh kehabisan nafas ( akal ) ditekan dan diperas , dimintai uang dalam rangka transaksi hukuman . HEBAT . HEBAT . Itulah kenyataan di lapangan .

Petani penggaduh , adalah rakyat miskin dan bagian yang harus disejahterakan negara melalui program gaduhan ternak kementerian pertanian . Hasilnya apa ? Apakah petani penggaduh benar-benar menjadi sejahtera ? Ternyata tidak sejahtera . Kenapa tidak sejahtera ?

Pengadaan sapi gaduhan yang terarah dengan sistem paket dibawah tekanan anggota DPR RI yang mengaku mencarikan anggaran aspirasi, pastilah keuntungan materiilnya diterima anggota DPR RI itu dan pemilik sapi induk ( pedagang ) plus calo setempat . Jadi ada tiga pihak yang mengeruk keuntungan dari pengadaan sapi induk untuk gaduhan ini . 

Dalam perjanjian gaduhan, penggaduh dalam posisi yang serba tidak enak, sebab hak pendapatannya selama menggaduh tidak dijamin secara tegas, kesulitan dalam pengadaan pakan ternak jika paket anggarannya habis tidak ada solusinya, jika dalam kondisi force major tidak ada ketentuan yang membebaskan penggaduh dalam menanggung kerugian, perjanjiannya itu sendiri tidak menyebutkan secara jelas dan tegas bahwa program gaduhan adalah hibah murni atau bergulir atau hutang dan lain sebagainya .

Akibat adanya KEDENGKIAN diantara warga desa yang bukan penggaduh dan warga yang menggaduh sapi , maka muncul laporan fitnah dengan tuduhan bahwa penggaduh bantuan sapi dari pemerintah korupsi . Laporan itu ada yang direkayasa secara bersama sama dengan aparat penegak hukum setempat manakala pekerjaan mereka lagi sepi pesanan . Maka niat busuk para penegak hukum yang lagi sepi pesanan kasus menjadi muncul seketika sebab dalam benaknya : dengan mengkriminalisasi seseorang akan mendapat keuntungan dua hal, pertama prestasi PNS-nya dan pemerasan kepada pihak yang dilaporkan . 

Jadi dalam jaman sekarang ini , tidak ada menteri pertanian yang korupsi . Koruptor-nya beralih ke para petani penggaduh ternak sapi yang asalnya hibah dari Pemerintah pusat . Koruptor juga tidak lagi milik anggota DPR RI walaupun perbuatannya dalam merusak sistem gaduhan ternak sapi mudah dilidik oleh apara penegak hukum . Mungkin sengaja diciptakan secara sistemik supaya bisa mengkriminalisasi peleksanaan  gaduhan ternak sapi program menteri pertanian demi gaduhnya kemapanan kehidupan masyarakat desa yang aslinya lugu . 

LP Kedungpane Semarang saat ini cukup banyak petani penggaduh ternak sapi yang dituduh korupsi . mereka dijerat dengan pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 . 

Menteri pertanian atau jajarannya tidak pernah dijadikan saksi dalam persidangan oleh JPU . Kalau tidak mampu membiayai kehadiran menteri atau pejabat kementerian pertanian, ya dimintakan anggaran yang lebih besar lagi kepada presiden. Semua itu butuh keterbukaan agar publik paham mengapa petani sekarang bisa korupsi . Mengapa petani bisa melampaui kewenangan dalam mengelola gaduhan sapi yang kebijakannya adalah hibah murni . 

Apakah penegak hukumnya yang benar-benar keblinger ?
Atau 
Penegak hukumnya sudah menjadi antek dan agen pemerintah asing atau kelompok kepentingan yang sengaja bermaksud membalas dendam akibat peristiwa tahun 1965 ? 

Ya Bapak Presiden Jokowi , hentikan tingkah polah jaksa dan polisi yang mengkriminalisasi petani menjadi koruptor . Nggak pantes , sebab koruptor kelas kakap di level lingkungan pemerintah pusat masih sangat banyak . Masak iya....petani dengan gaduhan ternak sapi digolongkan melakukan kejahatan yang luar biasa tanpa kesalahan . 

Ikuti terus : tipikorngamuk.blogspot.com

Semarang, 25 Nopember 2014



Kamis, 20 November 2014

PEMDA DAN STATUS HUKUM SUMBANGAN DARI RAKYAT

  PEMDA BISA MENERIMA SUMBANGAN DARI RAKYAT  


Pasar daerah adalah aset Pemerintah Daerah , bermanfaat untuk mengembangkan perekonomian rakyat . Pasar adalah aset Pemerintah Daerah yang menjadi objek pendapatan retribusi daerah . Kemampuan keuangan Pemerintah Daerah yang terbatas kemudian melahirkan adanya kebijakan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan bangunan fisik pasar daerah . Kebijakan Pemerintah Daerah membangun / mengembangkan pasar daerah dituangkan dalam peraturan daerah . Peraturan Daerah itu disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur barang milik daerah , yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah .

Barang milik daerah diusahakan melalui pengadaan dengan anggaran Daerah ( APBD ), hibah dari pemerintah atasan atau menerima sumbangan dari masyarakat . Pengadaan barang dengan anggaran Pemerintah Daerah harus dilakukan dengan pelelangan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku . Penunjukan langsung kepada penyedia barang / jasa dapat dilakukan pengguna anggaran satuan kerja perangkat daerah jika nilai anggarannya kurang dari Rp. 200.000.000 ( dua ratus juta rupiah ) . 
Barang daerah hasil pengadaan dengan anggaran Daerah kemudian dicatat dalam register barang milik daerah yang dikelola Bendahara Barang di satuan kerja  perangkat daerah , kemudian ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah mengenai penggunaan selanjutnya . 

Barang daerah yang berasal dari hibah pemerintah atasan dilengkapi dengan berita acara penerimaan kemudian dicatat dalam register barang milik daerah oleh satuan kerja perangkat daerah yang mengelola administrasi aset daerah . Mengenai penetapan penggunaannya kepada satuan kerja perangkat daerah tertentu diajukan usul oleh Sekretaris Daerah selaku pengelola barang daerah . 

Barang daerah yang berasal dari sumbangan masyarakat dilengkapi dengan berita acara penerimaan kemudian dicatat dalam register barang milik daerah di satuan kerja perangkat daerah yang menggunakan barang daerah itu untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD-nya . 

Barang daerah yang terikat dalam perjanjian kerjasama pemanfaatan dengan pihak lain atau bisa juga dengan mekanisme bangun guna serah atau bangun serah guna. Maknanya adalah bahwa barang daerah tersebut dalam jangka waktu tertentu bisa dalam penguasaan pihak lain dan status kepemilikannya bisa berubah dari hak pakai menjadi hak pengelolaan negara dan kemudian oleh negara diberikan jenis hak tertentu misalnya hak guna bangunan kepada pihak lain atas ijin Kepala Daerah.  Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Jo Permendagri Nomor 17 Tahun 2007. Kerjasama pemanfaatan barang daerah hanya dilakukan dengan prinsip-prinsip : 1) barang tersebut sudah dikuasai langsung oleh Kepala Daerah ; 2) tidak digunakan SKPD tertentu ; 3) untuk optimalisasi manfaat yang mnenghasilkan pendapatan daerah ; 4) tidak tersedia biaya operasional untuk pemeliharaan ; 5) jika tidak dikerjasamakan berpotensi merugikan daerah .

Dari uraian di atas dapat dibedakan sangat jelas prosedur antara barang daerah yang diterima dari sumbangan masyarakat dengan barang daerah yang menjadi objek kerjasama pemanfaatan . Barang daerah yang diterima dari sumbangan masyarakat akan berpengaruh positif terhadap : 1) bertambahnya aset daerah ; 2) berpotensi menguntungkan daerah dari aspek pendapatan daerah; 3) Pemerintah Daerah tidak mengeluarkan biaya dari APBD ; 4) memperlancar pelayanan umum .
Kerjasama pemanfaatan terhadap barang daerah dengan pihak ketiga harus memperoleh persetujuan DPRD setempat. Dengan persetujuan DPRD itu kemudian diajukan rekomendasi kepada Gubernur sebagai dasar mendapatkan persetujuan Menteri Dalam Negeri . Kerjasama pemanfatan akan dituangkan dalam perjanjian yang memuat nama para pihak, kontribusi modal para pihak , jangka waktu perjanjian, hak dan kewajiban para pihak dan resiko yang ditanggung para pihak .

Kerjasama pemanfaatan barang daerah yang sudah berlangsung sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara , dilakukan atas dasar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah . Di beberapa Daerah di Propinsi Jawa Tengah kerjasama pemanfaatan dengan pihak ketiga pada umumnya di bidang pengelolaan aset pasar. Kerjasama pemanfaatan itu bertujuan untuk meningkatkan fungsi pasar tradisional sekaligus meningkatkan pendapatan retribusi pasar. Kerjasama pemanfaatan dalam rangka membagi tempat usaha atas hasil merenovasi bangunan  pasar dengan mekanisme BOT dalam jangka waktu 25 tahun pada umumnya berpotensi merugikan Pemerintah Daerah . Selama 25 tahun itu Pemerintah Daerah tidak memperoleh bagian tempat usaha yang menundukung peningkatan retribusinya dan tidak bisa menyamai ketika sebelum direnovasi melalui kerjasama pemanfaatan. Oleh sebab itu di beberapa daerah sistem BOT ini cenderung menjadi kasus tindak pidana korupsi yang dapat ditindak dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 atau Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Dalam penelitian di beberapa Daerah penulis titpikorngamuk.blogspot.com memperoleh fakta , kerjasama pemanfaatan renovasi pasar daerah yang menggunakan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 , status kepemilikan tanah dan bangunannya banyak yang direkayasa menjadi sertipikat hak milik atas satuan rumah susun , walaupun sebenarnya masih untuk toko / los sebab sudah dialihkan/dijual oleh pihak ketiga kepada para pedagang. Pemerintah Daerah akan menghadapi kesulitan dalam proses penerimaan aset setelah jangka waktu perjanjian kerjasama pemanfaatan berakhir, sebab para pedagang yang memegang sertipikat hak milik atas satuan rumah susun untuk toko / los yang dibelinya dari pihak ketiga pasti tidak akan mudah menandatangani berita acara penyerahan toko / los-nya kepada Pemerintah Daerah . Apalagi nilai jual toko / los tersebut sekarang ini meningkat 50 kali dibanding harga belinya. Para penegak hukum tentu perlu mempelajari proses hukum-nya manakala diminta fatwa hukum oleh Bupati / Walikota dalam menghadapi persoalan sulit yang tidak pernah diprediksikan saat menanda tangani perjanjian kerjasama pemanfaatan bangunan pasar dengan pihak ketiga .

Apabila kemudian direkayasa menjadi perkara tindak pidana korupsi, tentu yang ditersangkakan bukan pejabat baru yang sekarang mengelola pasar, tetapi Bupati setempat yang menandatangani perjanjian dengan pihak ketiga dalam BOT itu . Atau pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam proses BOT .

Berbeda dengan penerimaan sumbangan bangunan dari masyarakat .

Kepala SKPD selaku pengguna barang daerah untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD-nya bertindak untuk dan atasnama Kepala Daerah dapat menerima sumbangan bangunan dari masyarakat sepanjang jenis sumbangan bangunan dari masyarakat itu juga bermanfaat untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi yang diemban kepala SKPD tersebut . Misalnya sumbangan toko / kios / los yang dibangun di tanah pasar daerah, berarti fungsinya masih dalam rangka tugas pokok fungsi SKPD yang bersangkutan .

Tindakan Kepala SKPD selaku pejabat administrasi negara yang menerima sumbangan barang dari masyarakat ini tentu masih dalam ruang lingkup kewenangan yang dimilikinya atas dasar Peraturan Kepala Daerah tentang tugas pokok fungsi , uraian tugas jabatan dan tatakerja SKPD yang dipimpin pejabat tersebut . Peraturan Kepala Daerah itu sekaligus berfungsi sebagai pendelegasian kewenangan .

Mengapa demikian ?

Pada prinsipnya, Kepala SKPD adalah penyelenggara sebagian tugas jabatan Kepala Daerah ( Bupati / Walikota ) di bidang tertentu . Oleh sebab itu tindakan Kepala SKPD menerima sumbangan bangunan dari masyarakat tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan yang telah melampaui kewenangan Bupati/Walikota dan menjadi sangtat tidak masuk akan manakala tindakan itu dianggap oleh aparat penegak hukum sebagai perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi .

Yang dikorupsi itu apa ?

Menerima sumbangan untuk kepentingan Pemerintah Daerah dalam rangka memajukan perekonomian daerah disalahkan pejabat institusi lain yang tidak paham tentang tata pemerintahan daerah .

Menerima sumbangan bangunan untuk keuntungan Pemerintah Daerah berarti tidak ada tindakan merugikan Pemerintah Daerah .

Sumbangan bangunan dari masyarakat seperti ini juga tidak bisa direkayasa menjadi penerimaan hadiah bagi Kepala SKPD yang menandatangani berita acara / surat pernyataan penyerahan bangunan tersebut .

Penerimaan sumbangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 pasti sudah ditindak lanjuti dengan penetapan peraturan daerah oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan . Sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan daerah adalah sumber hukum yang paling rendah dan mengikat seluruh masyarakat dan atau aparat pemerintah .
Penerimaan sumbangan dari masyarakat berupa bangunan gedung ( misalnya toko / los di lingkungan pasar daerah ) sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Jo Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 pada tahap awal cukup dicatat saja di dalam register barang milik daerah oleh Kepala SKPD yang menerimanya , kemudian dilaporkan kepada Bupati / Walikota dalam laporan mutasi barang daerah di semester tahun yang berkenaan . Laporan ini akan diverifikasi ulang oleh Kepala SKPD ketika Pemerintah Daerah melakukan sensus barang milik daerah . 
Dari dasar laporan mutasi barang daerah atau hasil pelaksanaan sensus barang daerah maka bangunan sumbangan dari masyarakat itu dapat ditetapkan statusnya oleh Kepala Daerah untuk SKPD mana akan digunakan menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD-nya . 

Oleh sebab itu , aparat penegak hukum hendaknya jangan gegabah melakukan kriminalisasi terhadap Kepala SKPD yang menerima sumbangan bangunan dari masyarakat . Itu perbuatan yang menggambarkan kebodohan aparat penegak hukum . 

Hati - hati dalam menjalankan tugas negara / pemerintah daerah , sebab gangguan dan ancaman setiap saat bisa terjadi . Dan itu dilakukan oleh aparat penegak hukum. 

Ikuti terus : tipikorngamuk.blogspot.com 


Semarang , 20 Nopember 2014