Selasa, 25 November 2014

BAHAYA BAGI PETANI - STOP BANSOS APBN

 MENTERI PERTANIAN MENYENGSARAKAN PETANI

Koruptor tidak lagi milik pejabat tinggi negara atau pejabat penyelenggara negara , seperti presiden, wakil presiden, menteri, direktur jendral, sekretaris jendral, anggota DPR RI , bupati , walikota, anggota DPRD , pejabat pemkab / pemkota dan kepala desa / lurah . 
Pejabat tinggi negara pengambil kebijakan pada hakekatnya tidak bisa dipidanakan dan tidak boleh dikriminalisasi .

Itu benar , kata rakyat jelata . 

Buktinya apa ?

Menteri Pertanian pada masa pemerintahan presiden SBY juga sudah obral bantuan gaduhan ternak sapi , dengan anggaran (aspirasi) di APBN , artinya anggaran tersebut melekat pada mata anggaran kementerian pertanian , dimana ada rumor yang kuat bahwa anggaran itu disediakan atas tekanan anggota partai politik yang menjadi anggota Badan Anggaran DPR RI atau Komisi DPR RI tertentu .

Realisasi anggarannya sampai pada penerima bantuan pasti sesuai prosedur administrasi keuangan negara , dilakukan oleh pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran yang dibantu oleh pejabat penatausahaan keuangan di kementerian pertanian tersebut.

Pemerintah Daerah ( Kabupaten / Kota )  tidak dilibatkan dalam seluruh tahapan realisasi anggaran sebab di jaman pemerintahan negara RI sekarang ini tidak dikenal hubungan struktural antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah . Hal ini dapat kita lihat dalam Undang-undang Pembentukan Kementerian Republik Indonesia, disana hanya dinyatakan bahwa hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah adalah pembinaan teknis dan supervisi . Dengan azas demikian ini sama saja sudah menghilangkan azas tugas pembantuan ( medebewind ) . Dengan demikian menjadi lucu karena pengelolaan APBN dengan kegiatan di Daerah sekalipun tidak akan pernah dilakukan melalui tugas pembantuan .

Pejabat tinggi negara di kementerian senang sekali melepaskan tanggung jawab atas pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Seperti pelaksanaan penggaduhan ternak sapi dari kementerian pertanian, aparat Pemerintah Daerah yang membidangi urusan hewan ( dari dinas peternakan Kabupaten / Kota ) hanya diminta bantuan menjadi pembina teknis pemeliharaan ternak , atau pemeriksaan kesehatan ternak dan pembuatan / renovasi kandang ternak serta pemanfaatan kotoran ternak menjadi olahan kompos / pupuk organik . Pelaksanaannya pun tidak sungguh-sungguh . Maka dari itu ketika terkuak ada dugaan penyimpangan, aparat Daerah tidak bisa dimintai tanggung jawab secara hukum maupun secara teknis .

KORUPTOR GAYA PENGGADUH SAPI BANSOS

Mengawali uraian selanjutnya penulis menyatakan bahwa sebenarnya yang nakal bukan petani penggaduh sapi bansos kementerian pertanian. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pembelian ternak sapi indukan cenderung dilakukan pihak lain atas pengarahan dari anggota DPR RI yang berlagak "mencarikan anggaran aspirasi ini" . Ternak sapi indukan yang pengadaannya terpusat dan terarah tersebut dipatok dengan harga yang sangat tinggi sesuai selera pemesan , dalam rangka mendapatkan keuntungan. Jadi harga sapi indukan di mark up. Penggaduh ( rakyat desa ) tidak bisa berbuat apapun , kecuali harus menerima sapi yang dibelikan pihak lain itu . Jika sapi indukan itu bermasalah, misalnya sakit, tidak bunting dan lain sebagainya, harga jualnya sangat rendah . Otomatis kalau dibelikan ulang akan mendapatkan jenis sapi yang lebih kecil, atau jumlah sapi-nya akan berkurang . SELISIH jumlah awal dan jumlah dalam perjalanan pemeliharaan ini ketika dilaporkan tetangga penggaduh kepada polisi atau jaksa, wah ibarat mendapatkan DURIAN RUNTUH. Langkah cepat menyidik pasti dilakukan dengan gaya matador, artinya menggoda penggaduh untuk bermain-main, kemudian ketika penggaduh kehabisan nafas ( akal ) ditekan dan diperas , dimintai uang dalam rangka transaksi hukuman . HEBAT . HEBAT . Itulah kenyataan di lapangan .

Petani penggaduh , adalah rakyat miskin dan bagian yang harus disejahterakan negara melalui program gaduhan ternak kementerian pertanian . Hasilnya apa ? Apakah petani penggaduh benar-benar menjadi sejahtera ? Ternyata tidak sejahtera . Kenapa tidak sejahtera ?

Pengadaan sapi gaduhan yang terarah dengan sistem paket dibawah tekanan anggota DPR RI yang mengaku mencarikan anggaran aspirasi, pastilah keuntungan materiilnya diterima anggota DPR RI itu dan pemilik sapi induk ( pedagang ) plus calo setempat . Jadi ada tiga pihak yang mengeruk keuntungan dari pengadaan sapi induk untuk gaduhan ini . 

Dalam perjanjian gaduhan, penggaduh dalam posisi yang serba tidak enak, sebab hak pendapatannya selama menggaduh tidak dijamin secara tegas, kesulitan dalam pengadaan pakan ternak jika paket anggarannya habis tidak ada solusinya, jika dalam kondisi force major tidak ada ketentuan yang membebaskan penggaduh dalam menanggung kerugian, perjanjiannya itu sendiri tidak menyebutkan secara jelas dan tegas bahwa program gaduhan adalah hibah murni atau bergulir atau hutang dan lain sebagainya .

Akibat adanya KEDENGKIAN diantara warga desa yang bukan penggaduh dan warga yang menggaduh sapi , maka muncul laporan fitnah dengan tuduhan bahwa penggaduh bantuan sapi dari pemerintah korupsi . Laporan itu ada yang direkayasa secara bersama sama dengan aparat penegak hukum setempat manakala pekerjaan mereka lagi sepi pesanan . Maka niat busuk para penegak hukum yang lagi sepi pesanan kasus menjadi muncul seketika sebab dalam benaknya : dengan mengkriminalisasi seseorang akan mendapat keuntungan dua hal, pertama prestasi PNS-nya dan pemerasan kepada pihak yang dilaporkan . 

Jadi dalam jaman sekarang ini , tidak ada menteri pertanian yang korupsi . Koruptor-nya beralih ke para petani penggaduh ternak sapi yang asalnya hibah dari Pemerintah pusat . Koruptor juga tidak lagi milik anggota DPR RI walaupun perbuatannya dalam merusak sistem gaduhan ternak sapi mudah dilidik oleh apara penegak hukum . Mungkin sengaja diciptakan secara sistemik supaya bisa mengkriminalisasi peleksanaan  gaduhan ternak sapi program menteri pertanian demi gaduhnya kemapanan kehidupan masyarakat desa yang aslinya lugu . 

LP Kedungpane Semarang saat ini cukup banyak petani penggaduh ternak sapi yang dituduh korupsi . mereka dijerat dengan pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 . 

Menteri pertanian atau jajarannya tidak pernah dijadikan saksi dalam persidangan oleh JPU . Kalau tidak mampu membiayai kehadiran menteri atau pejabat kementerian pertanian, ya dimintakan anggaran yang lebih besar lagi kepada presiden. Semua itu butuh keterbukaan agar publik paham mengapa petani sekarang bisa korupsi . Mengapa petani bisa melampaui kewenangan dalam mengelola gaduhan sapi yang kebijakannya adalah hibah murni . 

Apakah penegak hukumnya yang benar-benar keblinger ?
Atau 
Penegak hukumnya sudah menjadi antek dan agen pemerintah asing atau kelompok kepentingan yang sengaja bermaksud membalas dendam akibat peristiwa tahun 1965 ? 

Ya Bapak Presiden Jokowi , hentikan tingkah polah jaksa dan polisi yang mengkriminalisasi petani menjadi koruptor . Nggak pantes , sebab koruptor kelas kakap di level lingkungan pemerintah pusat masih sangat banyak . Masak iya....petani dengan gaduhan ternak sapi digolongkan melakukan kejahatan yang luar biasa tanpa kesalahan . 

Ikuti terus : tipikorngamuk.blogspot.com

Semarang, 25 Nopember 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar