Minggu, 09 November 2014

KORUPTOR - KORBAN ULAH PIKIRAN KOTOR

K  O  R  U  P  T  O  R  


Pada hekakatnya manusia lahir dalam kodrat suci . Berkembangnya menjadi majusi , nasrani dan yahudi sangat dipengaruhi oleh orang tuanya . Al Qur'an adalah benar , menjadi petunjuk bagi manusia yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta melakukan kebajikan . Islam adalah agama yang benar yang wajib diamalkan ajarannya bagi umat Nabi Muhammad SAW. Dengan mengamalkan ajaran agama Islam, manusia akan mendapatkan keberuntungan di dunia dan di akhirat .

Pada prinsipnya manusia diperintahkan untuk berlaku baik agar tatanan sosialnya bisa menjamin terwujudnya rasa aman, nyaman, damai, selamat dan sejahtera . Berlaku baik dimulai dalam lingkungan keluarganya. 

Dalam tatanan suatu bangsa , tatanan sosial akan menjadi baik harus mewujudkan good governance , semua penyelenggara negara wajib berpikiran baik dan mengedepankan kebajikan . Keteladanan sangat diperlukan dan harus melekat dalam keseharian kehidupan para pimpinan negara .

Di dalam surah Al Ahzab ( 21 ) Allah swt berfirman :

Laqad kana lakum fi rasulillahi uswatun khasanatun liman kana yarjullahi wal yaumil akhira wadzakarallaha katsiran . 

Yang artinya : 
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.

Pilihan dalam kehidupan di dunia akan menentukan perubahan nasib kelompok sosial suatu bangsa , bisa berburu duniawi tanpa diimbangi pemahamannya terhadap kekalnya kehidupan uhrawi . Allah swt menyebut diriNya dengan sebutan "kami" dalam pemaknaan ayat " la yughazziru ma bi qaumin khatta yughazziru ma bi anfusihim " . Disini peran hamba Allah harus ada , tidak hanya menggantungkan do'a dan taqdir . Upaya merubah nasib menempati porsi sekurangnya 80 % , sedangkan do'a 10 % dan taqdir 10 % .

Kehidupan duniawi adalah tipu daya namun banyak disukai orang yang melampaui batas dan di dunia tidak mengindahkan kebenaran. Mereka yang terjebak dengan tipu daya dunia oleh setan, maka tidak akan mendapatkan bagiannya di akhirat . Apapun yang ada di dunia akan binasa , sedangkan disisi Allah adalah lebih baik dan kekal bagi orang- orang yang beriman . 

Allah SWT sudah memperingatkan bahwa : 
Ma kana kharsal akhirati nazidlahu fi kharsihi,  wama kana kharsad dun-ya nuktihi minha. Barangsiapa menghendaki keberuntungan akhirat , keberuntungan itu akan ditambah sedangkan barangsiapa yang menghendaki keberuntungan dunia, Allah akan memberikannya. Keberuntungan akhirat kata Allah "ditambah", sebagaimana ditegaskan dalam ayat lain "innama tuwaffauna ujurakum yaumal qiyamah"  sesungguhnya akan disempurnakan ganjarannya di hari qiyamat.

Masyarakat materialistis ditandai kebebasan berkompetisi tanpa batas , dimana pihak yang satu akan memaksakan kehendaknya ketika berkesempatan memegang kekuasaan terhadap pihak lainnya. 

Kehidupan demikian ini bukan tuntunan ajaran agama Islam . Islam menjamin keseimbangan , ketika seorang hamba Allah memperoleh rezeki maka diwajibkan berinfaq atau membayar zakat, ketika mendapatkan amanah sebagai pemimpin maka harus bertindak adil, ketika dalam kondisi fakir maka menghindari kesombongan.

Masyarakat yang individualistis cenderung materilistis , sehingga segala sesuatu diukur dengan transaksi keuntungan secara matematis. Kelompok ini suka menumpuk harta dunia dan melupakan kewajibannya sebagai hamba Allah yang taat. Mengkufuri firman Allah SWT pasti akan dibalas dengan azab yang sangat pedih .

Itu semua menjadi penyebab hilangnya ikatan kebersamaan , tidak ada lagi toleransi , tidak ada lagi tolong menolong, skeptis terhadap kebenaran dan kejujuran, tidak ada lagi kesabaran dalam menjalani ujian dan cobaan sampai di hari itu kesabaran diibaratkan menggenggam bara api di telapak tangan . Banyak yang tidak tahan dengan panas-nya bara api tersebut .

Nafsu serakah untuk menguasai suatu sistem dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas dan sarana jabatan / kekuasaan . Peraturan perundang-undangan dibuat tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Seandainya dibuatpun, peraturan perundang-undangan itu tidak menjamin kepastian hukum dan tegaknya keadilan . Keadaan memilukan bisa terjadi manakala peraturan perundangan itu dibuat hanya bermanfaat untuk melepaskan tanggung jawab sebagai pimpinan negara / komunitas sosial . 

Maka dari itu , apabila peraturan perundangannya sudah salah dalam penyusunannya, dibarengi dengan berkembangnya kerusakan otak pengemban pelaksanaan peraturan perundangan itu , pastilah akan banyak korban ulah pikiran kotor , walaupun korban-korban itu sejatinya tidak bersalah secara pidana . 

Ada beberapa kategori koruptor ( korban ulah pikiran kotor )  berdasarkan fakta empiris  di persidangan pengadilan tipikor Semarang dan Pengadilan Tinggi Tipikor Jawa Tengah, sebagai berikut :

Koruptor (korban ulah pikiran kotor) utama adalah pejabat penyelenggara negara / pejabat administrasi negara yang menyelenggarakan tugas pokok fungsi dan kewenangan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi tidak mau berkompromi ketika dikriminalisasi jaksa penuntut umum ibarat tidak mau melepaskan bara api di telapak tangannya. Koruptor utama pasti dihukum sangat berat , rata lebih dari 4 tahun. 

Koruptor ( korban ulah pikiran kotor ) pertama adalah pejabat administrasi negara / pemborong yang benar-benar mencuri uang negara / uang daerah tetapi telah kehabisan daya beli dan tidak mampu lagi melakukan transaksi dengan penyidik / jaksa penuntut umum dan pihak - pihak terkait yang mengendalikan hukum, mereka akhirnya menyerah menjalani proses hukum kemudian mendapat hukuman yang lebih ringan dibandingkan koruptor utama. 

Koruptor ( korban ulah pikiran kotor ) pratama adalah para kepala desa / perangkat desa / kelompok tani / kelompok nelayan / kelompok peternak / kelompok masyarakat setempat yang tidak jelas kesalahannya, sedangkan kesalahan sebenarnya terletak pada kebijakan di kementerian yang mengelola anggaran aspirasi dalam APBN / atau satuan kerja perangkat daerah yang mengelola APBD Propinsi sehingga mereka terjebak didalam pikiran kotor pengelola anggaran aspirasi tersebut, kemudian menjalani proses hukum yang dipaksakan oleh penyidik / jaksa penuntut umum dengan atau tanpa diperas / menyuap sehingga dihukum oleh hakim dengan penjara lebih dari 4 tahun atau kurang dari 4 tahun . 

Oleh sebab itu koruptor utama, koruptor pertama dan koruptor pratama sebenarnya tidak patut mendapatkan perlakuan buruk oleh ulah pikiran kotor dari kalangan penyidik / jaksa penuntut umum jika ditinjau dari aspek substansi perkara yang didakwakan . 

Penyidik / jaksa penuntut umum cenderung berpikiran kotor dimana hal itu dapat dilihat dari ketidak mampuannya dalam melakukan tugas penyelidikan yang komprehensif  terhadap dugaan perkara pidana korupsi, sehingga dalam pikirannya hanya ditujukan bagaimana memenuhi target jumlah perkara korupsi yang diminta Kajari-nya / Kapolres-nya dalam satu tahun / tiap bulan berjalan . Dengan menggunakan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pasti sangat mudah memenuhi target , sebab cukup membuktikan di persidangan secara formil kemudian direkayasa "berpotensi" dapat menimbulkan kerugian keuangan negara / daerah .

Bentuk pikiran kotor lainnya ialah bahwa penyidik / jaksa penuntut umum tidak berani menyampaikan salinan keputusan Kapolres / Kajari tentang penetapan tersangka seseorang yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum kepada yang bersangkutan. Ini membuktikan adanya pikiran kotor itu yang bertujuan membatasi hak hukum seorang tersangka agar tidak bisa melakukan gugatan tata usaha negara atas keputusan Kapolres / Keputusan Kajari tersebut . 

Wujud pikiran kotor penyidik / jaksa penuntut umum yang lain adalah adanya kecenderungan berperilaku paling berkuasa di bidang hukum kemudian menginjak-injak hak hukum seseorang warga negara yang seharusnya dihormati dengan azas praduga tidak bersalah dalam menjalankan proses hukum sejak penelidikan / penyidikan. Sikap paling berkuasa itu menjadi nyata ketika tersangka / terdakwanya dari kalangan orang yang buta hukum , misalnya warga kelompok tani, kelompok penggaduh dan semacamnya . Mereka disuruh manut saja apa yang diinginkan penyidik / jaksa penuntut umum dalam persidangan .

Masih banyak lagi identitas koruptor ( korban ulah pikiran kotor ) yang mewarnai watak, sikap dan perilaku penyidik / jaksa penuntut umum. Kalau itu dibiarkan , arah bangsa kita akan melenceng jauh dari tujuan bernegara dan bermasyarakat .

Pemerintahan Presiden Jokowi wajib mengevaluasi secepatnya .

Ikuti terus : tipikorngamuk.blogspot.com 


Semarang , 9 Nopember 2014 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar