Rabu, 08 Oktober 2014

KOMISI JUAL BELI PERKARA KORUPSI

KOMISI ATAU GRATIFIKASI



Di Indonesia banyak lembaga ad hoc , semua itu dalam rangka memformulasi sebuah agenda penghancuran harkat dan martabat bangsa yang diperbudak bangsa asing . Merdeka memang.....tapi nggak bisa bersaing dengan negara tetangga . Ngatur negara dan bangsa masih mendengarkan bujukan negara tetangga. Bahkan tekuk lutut dengan aturan dan permainan tetangga. 
Kedaulatan...... katanya ditangan rakyat ? Rakyat sendiri tertindas oleh pimpinannya sendiri. Hutang per jiwa kelahiran sekarang sudah Rp. 11.000.000 , terus meningkat sejak 10 tahun yang lalu Rp. 7.000.000. 
Pimpinan baru.....menghadapi tantangan dalam negeri yang cukup berat. Tantangan itu sepertinya rekayasa belaka, kelakar politik, badut politik, yang diarahkan demi terciptanya kekhawatiran .

Reformasi demokrasi memporak porandakan konstitusi Undang Undang Dasar 1945 yang fleksibel untuk diamandemen setiap saat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia . Posisi dan peran M P R  bukanlah seperti awal berdirinya negara , yaitu sebagai lembaga tertinggi negara yang wajib menetapkan UUD, GBHN, memilih, melantik dan memberhentikan Presiden serta menyerahkan mandat kepada Presiden. Style demokrasi perwakilan yang dipraktekkan di era orde baru lebih menjamin efisiensi ongkos sosial dan dapat meminimalisasi komisi / uang suap seperti yang sekarang menggunakan pemilihan langsung, semuanya harus dibayar dengan uang. Mendapatkan rekomendasi sebagai calon harus nyuap. Untuk memenangkan pemilihan kantong harus tebal. Inilah diantaranya yang diuraikan di atas sebagai wujud / bukti bahwa kita sudah tekuk lutut dengan tekanan tetangga dalam menjalankan kehidupan bernegara dan berbangsa. 


K O M I S I .


Komisi,.... banyak yang menyamakan dengan hadiah . 

Sebuah HADIAH atau JANJI sudah sangat lazim dalam dinamika kehidupan orang yang bermasyarakat, berbangsa dan bernegara . Sebuah HADIAH diberikan kadangkala untuk penghargaan prestasi dimana status pemberinya sangat lazim lebih tinggi dibanding penerimanya, misalnya Presiden memberikan HADIAH berupa uang pembinaan kepada atlit juara cabang olah raga tertentu atau berupa kalpataru kepada pengelola lingkungan hidup. HADIAH semacam ini tentu tidak dikeluarkan dari pribadi Presiden, melainkan bisa disediakan anggarannya dari APBN .





HADIAH juga bisa menandakan persahabatan atau kasih sayang , misalnya pemberian dari seorang ayah kepada anak atau isterinya atau kerabatanya yang lain, yang semata-mata hanya mengharapkan ridla Allah SWT . HADIAH sebagai persahabatan dan kasih saying juga bisa terjadi di kalangan aparatur pemerintahan , baik di eksekutif, yudikatif dan legislatif .





Sebuah JANJI akan lahir biasanya diwarnai oleh kepentingan tertentu , dimana kepentingan tertentu itu membutuhkan suatu persyaratan dan mekanisme yang diatur secara rigid oleh para pihak sendiri. Maka dari itu dalam rangka pemenuhan persyaratan dan atau mekanisme suatu kepentingan tadi, kadangkala ada salah satu pihak yang MENJANJIKAN kemudahan supaya tidak kalah dalam merebut kepentingan tertentu tersebut . Dengan menjanjikan kemudahan tadi , ada yang berujung dengan pemberian HADIAH , tetapi ada juga yang tidak harus dicederai adanya pemberian HADIAH .



Dengan demikian, antara HADIAH dan JANJI konteks-nya bisa saling terkait , maknanya bisa positif atau negatif, tetapi tujuannya Insyaalloh satu yaitu demi persahabatan dan kasih sayang antara kedua pihak . 






Komisi , dalam reformasi demokrasi dimaknai sebagai bentuk hadiah yang bisa diterima oleh anggota lembaga perwakilan dalam menyelenggarakan pemilihan Presiden atau Gubernur atau Bupati atau Walikotamadya . Komisi demikian ini lebih bermakna sebagai tali asih, bukan gratifikasi . Gratifikasi menjadi bermasalah hukum ketika penerimanya tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, dikemudian hari terkuak karena laporan pihak lain . Ketika jumlahnya lebih dari Rp. 1.000.000 dan gratifikasi itu berkaitan erat dengan pelaksanaan tugas jabatan negeri seseorang, bisa didakwa korupsi dengan pasal 11 UU Nomor 31 Th 1999 Jo UU Nomor 20 Th 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi . 

Negara .. atau "badut" ya ,,, sebab sudah sangat jauh berpikir dengan pendekatan subjektif, tanpa aqidah dan ahlaq, padahal yang dipimpin sebagian besar beragama Islam aktif. 



Di dalam Kitab Al Misbahul Munir AL FAYUMI menjelaskan makna HADIAH dari segi bahan dan segi istilah sebagai berikut :

1.      Dari segi bahasa

     a. HADAITU , yang artinya aku berikan.

      Maksud aku berikan adalah dalam   
      memberikan sesuatu (zat/harta)  
      dengan  tidak ada tukarannya serta 
      dibawa ke tempat yang diberi karena 
      hendak memuliakannya dan           
      pemberian  tersebut bersifat sukarela 
      dan mengharap ridla Allah semata .  

  b.   AHDAITUHA, yang artinya aku 
         menghadiahkan.

      Maksud aku menghadiahkan adalah 
      untuk menjalin kerjasama sosial yang 
      lebih baik dan untuk mengakrabkan 
      hubungan sesama manusia .

  c.    AHDITURROJUL, yang artinya aku 
         mengirimkannya

      Maksud aku mengirimkannya 
      bertujuan sebagai penghargaan dan 
      memuliakannya .

2.      Dari segi istilah

      Hadiah adalah pemberian dengan niat 
      mendekatkan dirinya kepada 
      seseorang dan menjahirkan kasih 
      sayang  dan  persahabatan kepada 
      penerima misalnya dalam hubungan 
      suami-isteri atau  hubungan ayah-anak
     dimana semua itu  dapat menjalin kasih 
      sayang sekiranya  hadiah itu sebagai 
      tanda penghargaan atau  kasih sayang 
      kepada penerimanya.  



Kesimpulan menurut AL FAYUMI  unsur HADIAH antara lain :

Ada subjek pemberi hadiah dan subjek 
penerima hadiah 

Kedua subjek bermaksud saling mendekatkan 
diri masing-masing

Terdapat tujuan untuk menjalin persahabatan, 
kasih sayang atau memuliakan penerima 
hadiah semata-mata hanya mengharapkan 
ridla Allah SWT.



II. Dalam kitab / buku IHYA’ ‘ULUMUDDIN - 
   menghidupkan ilmu-ilmu agama 1 (Imam 
  Ghazzali) pada halaman 409 menyebutkan  Nabi SAW bersabda “ Demi Allah yang jiwaku berada ditanganNya, janganlah sekali-kali kalian menerima sesuatu yang bukan hak kalian !. Ketahuilah bahwa kalian akan datang kepada Allah dengan sesuatu yang kalian terima. Janganlah kalian pada Hari Pembalasan nanti datang seperti unta yang meringkik, lembu yang melenguh atau kambing yang mengembek “ . Kemudian Rosululloh SAW mengangkat kedua tangan (berdo’a) “ Ya Allah Tuhanku, bukankah aku telah menyampaikan risalahMu?”.


Reformasi hukum, telah melahirkan Undang Undang RI Nomor : 31 tahun 1999 Jo Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai pengganti Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 . 

Undang Undang ini lebih dengan pendekatan delik formil, sehingga barang siapa yang dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 tidak akan bisa mengelak dan pasti dipenjarakan , walaupun dalam persidangan faktanya "barang siapa" itu tidak melakukan perbuatan melawan hukum / pidana korupsi. 
Kepercayaan pemberantasan korupsi kepada institusi yang sudah ada yaitu kejaksaan dan atau kepolisian dipandang lemah maka kalangan elit kemudian sepakat membentuk institusi penegak hukum yang bersifat ad hoc, yaitu komisi pemberantasan korupsi ( KPK ) di Jakarta . 
Institusi superbody ini tidak dibentuk di daerah . Memang ada tugas KPK untuk mendorong kapasitas institusi kejaksaan dan kepolisian agar berkualitas dalam menangani perkara korupsi di Daerah. KPK diberi wewenang untuk melakukan supervisi penegakan hukum pemberantasan korupsi yang ditangani kejaksaan dan kepolisian .

Satu institusi KPK, tidak mungkin mampu melakukan supervisi secara optimal sebab beban kinerjanya sendiri menjadi semakin berat. Supervisi itupun dilakukan bukan tanpa beban moral, sebab penyidik di KPK adalah jaksa karier atau polisi karier yang semuanya masih tercatat dinas aktif di institusi asalnya. Bagaimana supervisi bisa dilakukan secara objektif? . Sulit menjawabnya .  Bahkan pernah ada " cicak lawan buaya " .

Bagaimana pula dengan peran masyarakat dalam era reformasi hukum ? Banyak lembaga swadaya masyarakat ( LSM ) yang bermuka ganda, sebab sejatinya LSM tadi tidak nasionalis. Mereka menjadi kumpulan sekelompok bangsa yang leluhurnya pernah dijadikan objek politik. Sekarang lah saatnya mereka balas dendam politik, sehingga memformulasi UU TPK dengan delik formil. 

Ketika masyarakat anti korupsi yang benar-benar bersih melaporkan suatu dugaan perkara korupsi kepada Dit Dumas KPK atau tentang jaksa penyidik / JPU yang nakal dalam menangani dugaan perkara korupsi , tidak gampang untuk cepat ditindak lanjuti , bahkan kadang berkilah dan mencoba untuk mengalihkannya ke Komisi Kejaksaan atau Jamwas Kejaksaan Agung RI . 

Melihat perkembangan situasi dan kondisi mental jaksa maupun penyidik dari kepolisian yang semakin membuat kekacauan hukum dengan modus transaksi tuntutan dan dengan para hakim melakukan transaksi vonis , mereka sangat bernafsu mencari komisi .

Bukti oknum jaksa / JPU atau penyidik kepolisian yang bernafsu sekedar mencari komisi setiap memproses hukum dugaan perbuatan pidana , dapat diikuti kisah para terdakwa yang disidangkan di PN Tipikor Semarang yang sekarang menjadi warga binaan di Lapas Klas I Semarang ( Kedungpane ). Modusnya berbagai cara, misalnya men-tunda pembacaan surat tuntutan berkali-kali. Menghadapi modus seperti ini, jika terdakwanya tanggap bahwa makna tunda adalah di-tunggu-uang-anda, maka JPU/Kajari dan Majelis Hakim segera menikmati komisi . Kalau terdakwanya pura pura kurang paham, maka JPU nya menegor agar segera menghadap Kajari dengan mengatakan bahwa menghadapi perkara korupsi harus ada "pengorbanan" .  Lakukan penyelidikan ke kejaksaan Tegal dan Kejaksaan Pekalongan.

Komisi demikian ini menurut jaksa dan hakim yang bandel bukan gratifikasi , tetapi hadiah walaupun ada unsur memaksa yang bisa dijerat dengan Pasal 12 UU TPK . Tetapi apakah gampang publik melaporkan, atau terdakwa yang terlibat dalam transaksi ini berani menjadi saksi pelapor ?

Silahkan KPK menelusuri perkara-perkara yang tuntutannya kurang dari 2 ( dua ) tahun, apa yang diinformasikan di uraian di atas pasti terbukti dengan mudah . 

Reformasi demokrasi dan reformasi hukum saling bersentuhan satu sama lain, suatu ketika bisa saling memperkuat , tetapi diwaktu yang berbeda bisa saling menghancurkan . Tergantung motif komisinya .

Manakala Presiden dengan DPR RI tidak harmonis karena kepentingan   tertentu yang diindikasikan misinya akan dititipkan komisioner KPK, maka seleksi calon Komisioner KPK bisa diganjal pansus DPR RI.

Sebaliknya , manakala dalam praktek penegakan hukum yang dilakukan KPK lebih intens pada objek anggota lembaga legislasi DPR , maka acapkali ada ancaman untuk melemahkan peran dan kewenangan KPK dengan agenda mengganti peraturan perundangan yang menjadi dasar SOP KPK. Dalam kondisi demikian komisioner KPK tidak bakalan mendapatkan komisi yang bermakna hadiah. 

Hadiah, atau gratifikasi , atau komisi bisa berindikasi korupsi ketika penerimanya pejabat penyelenggara negara dengan jumlah lebih dari Rp. 1 juta, tidak melaporkannya kepada KPK , kemudian terkuak dikemudian hari oleh penegak hukum karena laporan masyarakat . Maka ada pelaku "korupsi" di Jawa Tengah dengan nilai hadiah yang diterima Rp. 1.300.000 kemudian diproses dan dijatuhi hukuman 1 tahun dan 6 bulan ditambah denda Rp. 50 juta subsider 1 bulan . Bagaimana dengan komisi/gratifikasi/hadiah yang diterima kalangan elit di pusat, logika hukum sederhana akan menyatakan vonis mereka tinggal membagi jumlah gratifikasi / komisi yang jumlahnya milyaran dengan angka Rp. 1.300.000. Apakah demikian style hukum pidana khusus di Indonesia ?

Membahas komisi / hadiah / gratifikasi sebagai jawaban bagi para pihak yang berurusan dengan masalah hukum , ibarat makan ..... pasti tidak ada yang gratis. Namun kapan dan siapa yang menghentikannya ? Anak pimpinan negeri ini saja disebut-sebut terpidana M Nazaruddin mendapat banyak komisi .
Tontonan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta membuktikan bahwa semua pejabat tinggi negara dipastikan korupsi, tinggal menunggu waktu kemampuan KPK mengusutnya. 




Kalau di Jawa Tengah....koruptornya justru oknum aparat penegak hukum itu sendiri , seperti diatas telah dicontohkan modusnya. 




Semarang, 10 Oktober 2014 .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar