Minggu, 28 September 2014

TOBAT NASIONAL DALAM MULTI KORUPSI

SEMUA PEJABAT NEGARA PELAKU KORUPSI

 Apakah benar korupsi itu terjadi hanya dengan pelaku tunggal ?
Bagaimana perbuatan korupsi menjadi penyakit kronis bagi Bangsa Indonesia ?

Sebuah pemerintahan di suatu negara yang besar seperti Republik Indonesia , membagi kue pembangunan yang merata bagi seluruh rakyat di seluruh bagian wilayah yang terdiri dari pulau besar dan pulai kecil pasti memerlukan pemikiran cemerlang . 

Belajar dari sebuah perjalanan orde pemerintahan yang sudah berlangsung, yaitu orde lama dan orde baru , kemudian orde reformasi yang sesumbar menjanjikan tatanan akan lebih maju dan lebih akuntabel , kedepan kita harus mengobati penyakit-penyakit korupsi yang dilakukan penyelenggara negara di semua lini dengan mempedomani tuntutan ALLAH SWT sebagaimana terdapat dalam Al Qur'an . Ingat bahwa setelah Rasul Muhammad SAW ditetapkan Allah menjadi utusanNya maka umat manusia sejak itu adalah umat Muhammad SAW , yang harus tunduk taat dan patuh menjalankan syariat Islam . Termasuk dalam menjalankan amanah berpemerintahan di sebuah negara . 

Tokoh-tokoh pendiri negara menjelang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia , sudah mensepakati dalam PIAGAM JAKARTA , bahwa azas bernegara bangsa Indonesia dengan Idiologi PANCASILA adalah menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya .   Tetapi kesepakatan itu diingkari, bahkan dikhianati oleh figur yang "mengaku ikut sebagai tokoh pejuang kemerdekaan" , kemudian secara sepihak menghapus bagian kalimat itu , sehingga kita temukan sebuah Pembukaan UNDANG UNDANG DASAR 1945 seperti sekarang . Bahkan menjadi kacau perjalanan bernegara dan berbangsa kita setelah sdr Amin Rais ketika menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI gampang melayani tindakan amandemen UUD 1945 menjadi ratusan pasal-pasal yang njlimet , ruwet dan berakibat suksesnya visi dari misionaris asing dalam menguasai bangsa dan negara kita . Teman-teman sdr Amin Rais sebenarnya juga sudah menyadari adanya intervensi asing terhadap konstitusi RI melalui tindakan amandemen UUD 1945 tersebut, tetapi kemudian nekat bergabung sebagai akibat mental mereka yang lemah dan pola pikir mereka yang instan menumbuhkan kepinginan untuk cepat menjadi bagian yang maha kaya mendadak dari aspek materiil . Mereka tidak  peduli kehancuran bangsanya dalam waktu yang singkat , yang meruntuhkan pondasi bangunan yang dihasilkan Presiden Suharto .

Upeti maha besar mengalir ke kantong mereka. Inilah awal maha korupsi . Walaupun sebagai awal berjangkitnya penyakit korupsi, tapi karena jenisnya cancer .... maka penularannya menjadi merebak cepat ke semua jaringan tubuh Institusi negara dan pemerintahan sampai di tingkat Daerah Kabupaten / Kota. Tidak percaya ? Mari kita buktikan dengan bualan saya dalam tulisan di bawah ini . Bualan seorang yang gendheng dan gandrung kepada kebenaran Allah SWT dalam seluruh ayat-ayatNya di Al Qur'an .

Sejak era reformasi tahun 1998, pemerintah RI membuat Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah . Dalam UU itu dibuat sekat sangat tebal supaya membatasi hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kabupaten / kota . Propinsi tidak disebut karena Gubernur adalah wakil pemerintah pusat . Gubernur menjadi anthek pejabat pemerintah pusat , dan tidak pernah memikirkan bagaimana memajukan propinsinya dan masyarakat yang dipimpinnya . Tidak aneh kok itu ? mengapa ? sebab sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk mendapatkan rekomendasi pencalonannya dari sebuah partai tertentu, calon Gubernur harus mengglontorkan dana milyaran rupiah kepada Ketua Partai yang bersangkutan .
Subsidi APBN kepada Pemerintah Daerah sekedar menjaga keutuhan konsep Negara Kesatuan RI ( NKRI ) yang diatur secara sistemik melalui DAU dan DAK . Dana Alokasi Umum dengan pendekatan faktor yang seragam membuat peran pemerintah pusat seperti layaknya sinterklas pembagi kue kepada sembarang orang di jalanan . Nilainya bantuan kepada Kabupaten / Kota sebenarnya sangat kecil sekali . Dana Alokasi Khusus menjadi kantong penyaluran DANA ASPIRASI pemerintah dan anggota DPR yang terhormat , mereka menjadi kelompok dominant power of opportunist . Tetapi dominant of opportunist ( nggragas ) tetap ada pada pihak anggota DPR RI yang terhormat ketimbang keterlibatan kementerian / lembaga pemerintah non kementerian . Penulis pernah menjadi salah satu caraka Daerah ketika di tahun 2010 mencoba mencari tahu bagaimana dana ASPIRASI atau dana TUGAS PEMBANTUAN disalurkan . Mulanya mendekati Sekjen Kementerian Perdagangan . Dari situ ditawari untuk sebuah anggaran sebesar Rp. 4 milyar untuk bangunan fisik resi gudang . Anggota DPR RI yang menjadi brokkernya adalah sdr AB. Saya terpaksa menerima permintaan fee yang harus dibayar dimuka sebesar 7 % oleh AB melalui Sekjen / calo Kesekjenan Kementerian Perdagangan.
Dalam perjalanan waktu, dana aspirasi yang sebenarnya diambilkan dari pengguntingan oleh BANGGAR DPR RI dari anggaran Revitalisasi Pabrik Gula yang mestinya ada 400 milyar di Kementerian Perindustrian , tapi oleh Komisi yang bersangkutan ditolak , dan tidak bisa menerima ulah Banggar DPR yang seenaknya menggunting anggaran yang bintangnya sudah dihapus sejak di Komisi . Akhirnya batal tidak jadi menerima paket resi gudang di tahun 2010 . Fee yang sudah terlanjur disetorkan 7 % , alhamdulillah dikembalikan, kemudian saya teruskan / dikembalikan lagi kepada calon rekanan yang membiayai penyediaan fee tersebut di Semarang . Tiap fraksi DPR RI berbeda dalam mematok fee, ada yang 10 % ada yang hanya 5 % dari glontoran anggaran. Ternyata kementerian yang menanganinya juga meminta fee, paling sedikit 3 % . 

Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/kota , dimana nyali Bupati / Walikota - nya kecil, kemudian tidak mau ikut-ikutan mencari anggaran gantholan dana aspirasi , ya tidak pernah mendapatkan apa-apa, sehingga terkesan daerahnya tidak pernah ada pembangunan yang spektakuler. Tapi faktanya apa ? . Tidak sedikit jumlah Bupati / Walikota yang menikmati tidur di dalam bui akibat dijerat kasus korupsi yang sungguh-sungguh korupsi . Bagi saya, ketika mencermati vonis Bapak Soemarmo yang bebas murni dengan pertimbangan majelis hakim PK bahwa ide mengambil anggaran APBD Kota Semarang tidak berasal dari Bapak Soemarno, kemudian menjadi dasar bebas murni, inilah hebatnya Majelis Hakim yang masih takut kepada Allah SWT , kemudian membebaskan bapak Soemarmo. Allah SWT tidak akan menghukum, membalas dan menyiksa hambanya yang tidak berbuat keji / dosa / salah / khilaf . Hamba Allah yang terbukti hanya TERPAKSA ikut "terlibat" berlangsungnya sebuah kejahatan, dimaafkan . Allah SWT hanya menghukum hambanya yang benar-benar jahat , kecuali bertobat sebelum meninggal. 

Maka dari itu, untuk menghapus berlangsungnya maha korupsi di pemerintah pusat ya .... pakailah sistem pemerintahan yang pernah dipraktekkan pada era orde baru yang menggunakan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang POKOK POKOK PEMERINTAHAN di DAERAH . Dalam UU itu legalitas organisasi pemerintahan pusat dijamin secara sah. Bagaimana dengan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah ? Menurut saya, UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU penggantinya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah , tidak menjamin secara sah keberadaan lembaga pemerintah pusat yang dibentuk Presiden RI . Kita tahu bahwa kementerian dibentuk dengan Keputusan Presiden RI. Kita juga paham bahwa sebuah penamaan Undang Undang , seperti UU Nomor 5 Tahun 1974 yang berbeda dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 atau UU Nomor 32 Tahun 2004 , sebenarnya tidak sekedar nama tanpa makna yang mendasar bagi sebuah keabsahan perilaku organisasi pemerintahan. Perilaku organisasi pemerintahan ( pusat dan daerah ) tentu mengkait dengan anggaran , dimana untuk pemerintah pusat dibiayai APBN sedangkan pemerintah daerah dibiayai APBD . Kalau perilaku organisasi pemerintahan di tingkat pusat dalam sebuah lembaga kementerian atau lembaga non kementerian tidak sah, kemudian meraub anggaran dari APBN , mereka menganggapnya sah, ya....disitu dapat dikatakan telah berlangsung korupsi secara massal dalam skala yang maha besar . Kalau pemerintahannya korupsi massal , dan hasil korupsi massal itu untuk pembangunan yang bernuansa sebagai pengejawantahan aspiratif 9 ( DPR RI ) dimana hasilnya kemudian dinikmati rakyat Indonesia, maka sama artinya korupsi dilakukan seluruh bangsa Indonesia .

Jika logika berpikir seperti di atas benar, maka tindakan pemberantasan korupsi yang hanya menunjuk target tertentu atas dasar kebencian kelompok, tebang pilih, memenuhi pesanan politik, sebagai modus baru yang diciptakan aparat penegak hukum untuk menerima suap/melakukanpemerasan HARUS DIHENTIKAN SEKARANG . Pemerintah wajib melakukan rehabilitasi nasional kepada korban-korban target itu yang sekarang sudah menjadi terpidana, atau masih dalam proses hukum . Presiden wajib secara moral dan hukum melakukan permintaan maaf kepada bangsa Indonesia dan kemudian menindak aparat penegak hukum yang merekayasa hukum seenaknya sendiri .

Hai Bapak Presiden ..... renungkan dengan hati yang jernih / yang berdasarkan rahmat Allah SWT . Anda nantinya akan menemukan kebenaran dari kesalahan pemberantasan korupsi sekarang ini . Aparat penegak hukumnya sudah melenceng karena UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga salah pendekatannya, yaitu delik formil , bukan delik materiil . Negara dan Prediden nya kok melampaui kekuasaan Allah SWT .

Semoga Allah SWT akan mengampuni kita bangsa Indonesia ketika sudah melakukan TOBAT NASIONAL . Ayo TOBAT NASIONAL secepatnya . 

Jangan menuruti nafsu dan syahwat kelompok yang tidak ber-Tuhan . Mereka sekarang ini menari-nari kesenangan karena balas dendamnya terpenuhi , tanpa diketahui dimana mereka menyusup ke seluruh lini kelembagaan negara . 

SEKALI LAGI .....AYO TOBAT NASIONAL .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar