Rabu, 17 September 2014

HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA DILECEHKAN



HARKAT MARTABAT DILECEHKAN


Allah SWT berfirman di dalam Surah Al Maa-idah (5: 35 ) yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
Di dalam firman Allah SWT tersebut, orang yang beriman diwajibkan bertaqwa, yaitu melaksanakan seluruh perintah-Nya menjalankan kebajikan dan sekaligus meninggalkan seluruh hal-hal buruk yang dilarang-Nya.  Kata “taqwa” kemudian dipertegas dengan perintah carilah jalan yang ditujukan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya memperoleh keberuntungan. 

Carilah jalan mendekatkan diri,  konteksnya adalah menjalani salah satu jalan kehidupan yang diridlaiNya sesuai dengan daya dan kemampuan atas dasar terpadunya sebuah harapan hamba terhadap kehendak Al Khaliq. Jalan kehidupan ini meliputi berbagai keahlian dan profesi apapun untuk berlangsungnya kemapanan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya maka profesi polisi, jaksa dan hakim dalam mengemban amanat penegakan keadilan dan hukum termasuk di dalamnya . Pilihan sebuah profesi dan keahlian itu harus dilakukannya dengan pertanggungjawaban insan yang beragama .

Sedangkan kata “ berjihadlah pada jalan-Nya “ ketika dikaitkan dengan firman Allah yang lainnya, selalu  menekankan adanya pengorbanan harta dan jiwanya sebagai transaksi kepada Allah SWT. Transaksi yang harus dilakukan sampai pada hari dimana manusia sudah kehabisan waktunya ( meninggal dunia ) guna mendapatkan janji Allah yaitu sebuah keberuntungan.  

Pengorbanan harta untuk sebuah jihad di jalan Allah , tetap untuk kebajikan . Sedangkan transaksi di dalam praktek peradilan pemberantasan korupsi sebagai suatu perbuatan buruk tentu balasan Allah akan ditimpakan di dunia dan di ahirat . 

Beberapa oknum Polisi, Jaksa dan Hakim yang telah terjebak dalam operasi tangkap tangan ( OTT ) Komisi Pemberantasan Korupsi , menjadi sebuah bukti akurat betapa nafsu serakah manusia tidak beriman menjadi perusak sistem peradilan di negeri kita . 

Mereka tidak perlu melakukan hal yang buruk sebab telah menerima renumerasi sangat besar dibandingkan dengan pegawai negeri sipil lainnya. Betapa masyarakat dan bangsa mendambakan lahirnya perilaku yang konsisten dari Polisi, Jaksa dan Hakim dalam melaksanakan seluruh peraturan perundangan sehingga akan menciptakan masyarakat yang tata tentrem loh jinawi, kerta raharja.  

Pengorbanan jiwa dan diri dalam berjihad di jalan Allah SWT, adalah sebuah keniscayaan dalam menghadapi eforia masyarakat di era reformasi hukum dan demokrasi sekarang ini . Polisi, Jaksa dan Hakim harus berani menegakkan keadilan dan hukum walaupun pahit atau menjadi tersingkir dalam lingkungan lembaganya . Manusia bertaqwa tidak akan takut dengan kelaziman sebab bagi mereka itu Allah SWT cukup menjadi wakilnya dan pelindungnya.

Tulisan ini masih mengkait dengan tulisan sebelumnya tentang “korupsi dan permainan hukum “, “ Terpidana tipikor di jawa tengah“ dan “Kesewenangan kekuasaan hakim melampaui kekuasaan Allah SWT “ dalam : tipikorngamuk.blogspot.com.

Kata “keberuntungan” dijelaskan dalam surah Al Kahfi ayat 107, Allah SWT berfirman yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Beruntung di dunia, wujudnya adalah diberkahi kehidupannya ( umur, rezeki, kesehatan, keselamatan, dijauhkan dari laknat / fitnah / ghibah ) , sedangkan beruntung di ahirat sudah pasti yaitu dipersilahkan masuk ke surga yang penuh kenikmatan tanpa batas.

Orang yang beriman kepada Allah SWT pasti meyaqini bahwa sesuatu yang baik dan atau yang buruk yang menimpa dirinya adalah akibat perbuatannya, bukan akibat perbuatan orang lain yang sengaja bertujuan menyakitinya. 

Orang yang beriman dalam mengerjakan kebajikan secara istiqomah sebagai jihadnya kepada Allah SWT, juga bukan karena kemampuan dan dayanya sendiri, tetapi itu semua bisa berlangsung karena penetapan Allah SWT yang sudah tertulis dalam kitabNya. 

Maka dari itu , Polisi , Jaksa dan Hakim diharapkan semakin menajamkan nurani keyakinannya bahwa setiap pelaksanaan tugas yang diamanatkan peraturan perundangan selalu dimintai tanggung jawab oleh Allah SWT setelah kebangkitan dari kematian . 

Dalam profesi yang berbeda tetapi fokus yang diraih adalah terciptanya keadilan dan kepastian hukum maka mereka akan memikul beban tanggung jawab perbuatan yang sama dalam. Al Qur'an adalah ketetapan Allah SWT yang paling sempurna, yang menjadi petunjuk bagi seluruh manusia umat Nabi Muhammad SAW. Mereka akan menerima balasan azab yang sangat pedih, diceburkan ke dalam neraka jahanam kekal selama-lamanya apabila kufur terhadap Al Qur'an. Mengapa kebanyakan orang kufur terhadap nikmat Allah ? Mengapa kebanyakan manusia terperdaya dengan kehidupan dunia dan merasa tentram dalam kehidupan itu? 

Janji Allah SWT pasti benar. Maka janganlah orang-orang terperdaya dengan kehidupan dunia yang tipu daya dan jangan tertipu oleh syetan yang pandai menjerumuskan manusia untuk mengabaikan perintah Allah tuhannya . Alladzina kafaru lahum adzabun sadid. Walladzina amanu wa 'amilush sholihati lahum maghfiratun wa ajrun 'adhim . ( Orang yang kafir , mereka akan mendapat adzab yang pedih , dan orang - orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar ).

Betapa indahnya jika setiap orang yang beriman kepada Allah SWT, dimanapun berada dan apapun profesinya dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di Indonesia bisa semakin memahami harkat manusia sebagai hamba Allah SWT sebagaimana uraian awal di atas. 

Kepastian untuk berbuat adil dalam menegakkan kebenaran dan mewujudkan kepastian hukum dunia insyaallah melahirkan sebuah kenyamanan / kebahagiaan / kedamaian . Harkat dan martabat manusia beragama harus dijunjung tinggi, walaupun telah melakukan kesalahan. Melecehkan berarti menyakiti . Dalam berbagai kasus dugaan perkara pidana korupsi yang sudah dipaksakan kejaksaan / kepolisian untuk disidangkan, kadang ada kesalahan yang dilakukan terdakwa tetapi sudah selesai beberapa tahun silam atas rekomendasi LHP BPK , atau kesalahan terdakwa itu sebenarnya bukan tindak pidana korupsi.

Bagaimana dengan “pemidanaan“ penjara sampai bertahun-tahun hanya untuk menjadikan pelakunya jera ? Pandangan demikian ini perlu dikaji ulang . Terpidana "korupsi" di Jawa Tengah style-nya  berbagai macam, ada kelompok masyarakat , ada perangkat desa, ada kepala desa, PNS rendahan di Pemkab/Pemkota dan mantan Bupati. Mereka yang PNS rendahan / perangkat desa / kepala desa dan kelompok masyarakat secara administrasi sudah memperoleh tindakan disiplin dari atasannya atau diberhentikan dengan mendapatkan pensiun . Mereka tidak pernah melakukan kesalahan / pelanggaran disiplin sebelumnya, sehingga dedikasinya cukup baik. 

Mereka diperkarakan "terlibat" dalam tindakan korupsi karena sebuah sistem hukum yang salah. Pimpinan sebuah institusi pemerintahan setingkat Pemerintah Daerah ( Kabupaten / Kota ) yang disebut Kepala Daerah seyogyanya juga dihargai harkat dan martabatnya manakala sudah menjalankan kewenangannya menghukum jajarannya yang melakukan kesalahan / pelanggaran disiplin . 

Sekarang ini, dalam sistem hukum yang kacau balau , sudah terjadi perilaku saling mendahului dan tumpang tindih kewenangan , sehingga korbannya adalah bukan pelaku korupsi utama. Siapapun yang terkait dalam sistem, misalnya sistem pengadaan barang/jasa kebutuhan pemerintah, sangat mudah sekali dijadikan korban .  

Dengan ketentuan yang baru ( Perpres No 54 Tahun 2012 ) dimana belanja modal sampai dengan Rp. 200.000.000 bisa dilakukan dengan penunjukan langsung ( PL ) , celah untuk menyeret PNS rendahan untuk dipenjarakan sangat gampang, asal terhadap pekerjaan itu ada yang melaporkan sebagai kegiatan yang menyalahi ketentuan . 

Maka dari itu beberapa Kabupaten / Kota di Jawa Tengah , sudah ada beberapa lembaga swadaya masyarakat ( LSM ) yang aktif berteriak mengkritisi korupsi ditengarai kongkalikong dengan aparat penegak hukum dengan tujuan balas dendam dan memeras calon korbannya .

Dari pertimbangan hal-hal di atas , apakah masih relevan pemidanaan penjara / kurungan badan sampai jangka panjang panjang tetap menjadi pilihan negara Pancasila ? 

Pihak yang setuju memenjarakan bertujuan membuat pelaku jera tentu akan bersuka ria , apalagi di Mahkamah Agung Republik Indonesia ada algojo yang sukanya memvonis sangat berat bagi terdakwa dengan hukuman penjara 15 tahun atau 18 tahun atau seumur hidup bahkan hukuman mati . 

Sang algojo berhasil mendapatkan popularitas sesaat bak pahlawan bangsa yang patut diberi penghargaan karena “prestasinya itu “. Setiap saat algojo ini ditakuti oleh terdakwa yang bermaksud mencari keadilan dalam mengajukan kasasi . 

Kayaknya sudah menjadi pendapat umum bahwa upaya hukum kasasi pasti akan menjadi bumerang bagi terdakwa, sebab hukumannya pasti diperberat. Apalagi Majelis Hakimnya juga MENGADILI SENDIRI . Majelis hakim hanya mengadili dokumen berkas perkara dan memori kasasi, tanpa hadirnya terdakwa, JPU dan saksi-saksi . 

Kalau Majelis Hakim tidak peduli dengan memori kasasi terdakwa / penasihat hukumnya , padahal substansinya menguntungkan terdakwa, pasti memori kasasi terdakwa tadi juga diabaikan Majelis Hakim Kasasi . Allah SWT Maha Kuasa dan Bijaksana. Alhamdulillah...dari beberapa putusan kasasi yang diterima beberapa terdakwa akhir-akhir ini, seperti kasasinya terdakwa Swrs dari mantan Kepala Desa di Kab Banjarnegara, diubah menjadi tidak ada kewajiban membayar uang pengganti ( UP ) yang jumlahnya ratusan juta rupiah - subsider 2 ( dua ) tahun . Faktanya memang...terdakwa Swrs tidak mendapatkan keuntungan pribadi dalam mengelola APBDesa.

Para terdakwa yang tetap optimis Mahkamah Agung adalah benteng keadilan yang baik, masih berharap dapat memperjuangkan terciptanya kepastian hukum demi keadilan  yang berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, tidak takut mengajukan kasasi atas putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tipikor Jawa Tengah yang dianggapnya keliru / tidak tepat . 

Allah SWT menjadi murka ketika semua pihak yang terkait dalam penegakan hukum tidak menjalankan amanah yang seharusnya . Allah SWT menetapkan mereka yang bersikap tidak amanah dalam membuat putusan hukum adalah golongan orang kafir, atau orang munafiq atau orang yang zalim . 


Dalam menghadapi jihad ini sebagian besar terdakwa mengalami kebuntuan jalan dan tidak lagi dipedulikan publik, walaupun terdakwa dalam posisi yang benar . Jalan jihad justru dibuntu dengan cara menciptakan dagelan peradilan di Indonesia yang sarat dengan transaksi keduniawian. Beberapa persidangan di PN Tipikor Semarang untuk beberapa perkara dari Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pekalongan dalam bulan September - Oktober 2014 , transaksi putusan Majelis agar ringan sudah dilakukan terang-terangan . Comblangnya tentu JPU yang menyidangkan perkara .

Mereka ( APH ) sudah lupa diri bahwa semua manusia pastinya akan dibangkitkan setelah kematiannya guna mempertanggung jawabkan perbuatannya. Satu persatu dihisab . Kejahatan dan dosanya tidak akan bisa dimintakan pertolongan kerabatnya sekalipun untuk ikut menanggung beban. 

Kalangan beriman kadang mengeluhkan keadaan yang mempertontonkan peradilan yang serba ubud dun-ya ini. Dengan tetap husnuldhon kepada Allah SWT / tetap mereka tetap berdo’a agar Allah SWT “cepat” memperbaikiNya sehingga perusakan di bumi Indonesia semakin diperkecil atau hilang. 

Bahwa do’a yang menghendaki percepatan campur tangan Allah terhadap kezaliman aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi tidak berlebihan, namun harus dimengerti bahwa hanya Allah saja-lah yang akan merubah perilaku manusia. Kejengkelan individu atau kelompok akibat diperlakukan sewenang-wenang dan diinjak-injak harkat dan martabatnya, tidak perlu dibarengi dengan perbuatan anarkhis apalagi nyantet oknum Polisi / Jaksa / Hakim . 

Ada sebuah Firman Allah SWT di dalam Al Qur’an dalam surah Ali Imran ayat 128  yang artinya:  Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.
Keterangannya: menurut riwayat Bukhari mengenai turunnya ayat ini, karena Nabi Muhammad s.a.w. berdoa kepada Allah agar menyelamatkan sebagian pemuka-pemuka musyrikin dan membinasakan sebagian lainnya.
Oleh sebab itu pemidanaan bagi seorang warga negara Republik Indonesia yang dasar negaranya PANCASILA, sebaiknya menganut ahlaq dan syariat Islam sebab ada firman Allah SWT di dalam Al Qur’an ( Surah Al Maa-idah 5 : 39 ) yang artinya: Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Pada Firman Allah SWT tersebut sangat jelas dan tegas bahwa ada keringanan dari Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengampun terhadap HAMBA-NYA yang telah nyata-nyata melakukan kejahatan diampuni karena TAUBATnya diterima asal sesudahnya mereka memperbaiki perilakunya . 

Dalam praktek di beberapa lain negara yang tidak memiliki dasar negara seperti kita PANCASILA, pelaku korupsi tidak akan dipenjara badan sepanjang bersedia dengan sungguh-sungguh mengembalikan semua kekayaan / keuangan negara / daerah yang diambilnya secara tidak sah itu.  

Barangkali perlakuan seperti yang dipraktekkan negara lain itu patut diadopsi oleh Pemerintah Republik Indonesia yang sebagian besar bangsanya beragama Islam. Para Pejabat Negara dan aparat penegak hukum yang beragama ( Islam ) kita do’akan agar dianugerahi taufiq dan hidayah yang bisa membuka kegelapan hatinya. 

Mereka kita do'akan agar tidak arogan dan eforia bahkan melanggar/melampaui kekuasan Allah dalam membuat putusan. Putusan Majelis Hakim yang didasarkan DEMI KEADILAN  BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA jangan sampai dicederai dengan memuaskan nafsu jahiliyahnya dan kemewahan  duniawi .
Allah SWT berfirman dalam surah Al Maa-idah (5 : 44) yang artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

Konsep pemidanaan yang melanggar harkat manusia sebagai hamba Allah SWT , sekedar membuat jera bagi pelakunya dan mencegah warga negara lainnya agar tidak berani melakukan kejahatan, sudah tidak relevan. 

Rangkaian kesalahan dalam sistem hukum pemberantasan korupsi tentu mengkait juga kepada peran anggota lembaga legislasi yaitu DPR RI , sebab sebuah Undang-Undang bisa lahir dengan inisiatif Pemerintah atau sebaliknya dari anggota DPR RI.

Wahai pembaca yang budiman, yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT kami ajak berjuang memperbaiki kerusakan bangsa / negara Republik Indonesia dari sistem hukum pemberantasan korupsi yang tidak senafas dengan ketetapan Allah agar kita dijauhkan dari laknatNya di dunia dan di ahirat . 

Barangsiapa membiarkan tindakan perusakan di bumi akibat sistem hukum yang salah dan kacau balau kemudian masih berkelanjutan dan dibiarkan penguasa, maka mereka yang membiarkan adalah golongannya. 

Takutlah kepada Allah SWT yang telah menyiapkan surga yang diperuntukkan bagi hambaNya yang bertaqwa dan mengerjakan kebajikan, sebaliknya , juga disiapkan neraka yang diperuntukan bagi hambaNya yang yang kafir/munafiq/zalim.

Semarang , 17 September 2014 .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar