Senin, 01 Desember 2014

PENYELAMATAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN GROBOGAN

 WASPADA , ADA WABAH MENULAR


KAJARI PURWODADI siap mnenggugat perdata terhadap 20 mantan anggota Dewan ( DPRD ) Grobogan periode tahun 2004 - 2009 yang menilep dana APBD Kabupaten Grobogan yang dialokasikan untuk program / kegiatan pemberian Tunjangan Kerja Intensif ( T K I )  sebesar 1,071 Milyar ( baca berita dalam surat kabar SUARA MERDEKA - Kedungsepur Selasa tanggal 2 Desember 2014 ). Langkah Kajari Purwodadi ini tentu atas kuasa yang diberikan oleh Bupati Grobogan Bambang Pudjiono, SH . Mengapa hanya kepada 20 orang mantan anggota DPRD Kabupaten Grobogan ? Padahal jumlah seluruh anggota DPRD Kabupaten Grobogan saat itu adalah 45 orang . Kemudian akan diamankankah yang 25 orang ? Kemudian siapa yang berani mengamankan ? .

Setelah dicermati dari diantara yang 25 orang itu, mereka menyelamatkan dirinya sendiri dengan cara sudah mengembalikan kepada Pemerintah Kabupaten Grobogan sesuai dengan kesepakatan mereka dengan Bupati Grobogan yang dibuat sebelumnya . Sedangkan yang 20 orang itu adalah kalangan yang membandel dan nyata nyata menyatakan tidak akan mengembalikan kerugian Pemerintah Kabupaten Grobogan . 

Jika dalam pemahaman pengelolaan keuangan daerah ada kerugian daerah, berarti ada pihak pihak yang melakukan kesalahan, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja . Siapapun yang atas perbuatannya telah menimbulkan kerugian daerah , baik dalam Undang undang Nomor 3 Tahun 1971 maupun Undang undang Nomor 31 Tahun 1999, adalah KORUPTOR . Koruptor tentu diselesaikan dengan prosedur hukum pidana khusus, bukan keperdataan . 

Mengapa akan dimanipulasi menjadi perkara perdata ? 
Perkara perdata yang diketahui khalayak umum adalah manakala perbuatan dua pihak atau lebih itu dikukuhkan dengan sebuah perjanjian sebagaimana yang ditentukan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata ( Indonesia ) . Perbuatan 20 orang mantan anggota DPRD Kabupaten Grobogan ini tidak dalam lingkup pelaksanaan perjanjian keperdataan, tetapi pemakaian anggaran Pemerintah Kabupaten Grobogan yang salah dan menimbulkan kerugian daerah .

Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang didasarkan Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang undang Nomor 20 Tahun 2001, utamanya pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang undang tersebut, tidak lagi mengenal apakah dalam pengelolaan keuangan daerah itu salah dalam lingkup administrasi atau bukan salah dalam lingkup administrasi . Kesalahan pejabat yang bertanggung jawab mengelola APBD melalui daftar pelaksanaan anggaran ( DPA ) di satuan kerja perangkat daerah ( SKPD ) , walaupun salah dalam ranah administrasi, tetap saja sangat mudah diproses melalui undang-undang pemberantasan korupsi tersebut. Contoh dalam praktek yang sudah dijalankan oleh kejari purwodadi juga sudah ada . Hanya saja penanganannya hanya berdasarkan pesanan sponsor . 

Manakala kejari purwodadi mau melihat di internet situsnya BPK Perwakilan Jawa Tengah mengani laporan hasil pemeriksaan ( LHP ) keuangan daerah Pemkab Grobogan tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, pasti-lah hampir seluruh Kepala SKPD mudah sekali dijebloskan ke dalam penjara akibat tidak menyetorkan seluruh pendapatan daerah yang dipungutnya , sebab dipakai untuk membiayai kegiatan rutin dengan alasan penyediaan anggaran rutin dari APBD tahun anggaran yang bersangkutan tidak mencukupi . Sayangnya rekomendasi Kepala BPK Perwakilan Jawa Tengah mengenai temuannya itu hanya berkisar : supaya segera disetorkan ke kas daerah dan atau memberi catatan agar Bupati menyediakan anggaran yang cukup dari APBD untuk pemeliharaan barang yang dikelola SKPD yang bersangkutan  . 

Yang menjadi persoalan serius dalam tulisan ini adalah KERUGIAN APBD KABUPATEN GROBOGAN pada kode rekening Tunjangan Kinerja Intensif ( TKI ) bagi seluruh anggota DPRD Kabupaten Grobogan tahun 2004 sd 2009 akan dimanipulasi menjadi persoalan perdata. Persoalan perdata, tentu harus ditempuh secara bertahap melalui rekomendasi BPK , apakah ada rekomendasi mengenai TKI itu untuk diselesaikan melalui Majelis Tuntutan Perbendaharaan dan Ganti Rugi ( TPGR ) ???? . 
Kalau memang dalam manajemen letter ataupun LHP BPK mengenai TKI ada rekomendasi penyelesaian melalui Majelis TPTGR, maka kewajiban Bupati Grobogan untuk membentuk majelis TPTGR dengan peraturan daerah . Padahal Pemerintah Kabupaten Grobogan sampai dengan tahun 2013 tidak memiliki peraturan daerah tentang TPTGR tersebut . 

Anggota DPRD telah menikmati APBD dengan prosedur yang salah, tentu termasuk perbuatan melawan hukum dan secara nyata telah merugikan keuangan negara ( dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Grobogan ) dimana Sekretaris DPRD Kabupaten Grobogan sangat jelas terlibat secara langsung sebab sebagai pengguna anggaran . Penanganannya tentu dengan undang undang pemberantasan tindak pidana korupsi , bukan melalui gugatan perdata . Berpemerintahan yang baik itu jangan mengelabuhi atau melakukan kebohongan publik terhadap sesuatu perbuatan kejahatan yang dilakukan pejabat pemerintah daerah atau pejabat negara semacam anggota DPRD . Apa tujuannya kalau bukan demi menyelamatkan rekan rekan mereka yang menjadi anggota DPRD itu ?

Ini tidak fair dan tidak layak dilakukan seorang Bupati Grobogan , yang kemudian memperalat Kajari Purwodadi untuk melakukan gugatan perdata di pengadilan negeri purwodadi .

Hebat ya .....

Merugikan negara / keuangan daerah mesti tindakan korupsi . Dana tunjangan komunikasi intensif ( TKI ) yang diterima 20 anggota DPRD tahun 2004 - 2009 mestinya anggaran Pemerintah Kabupaten Grobogan . Itu kan uang negara . 

Kajari Purwodadi perlu belajar Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara . 

Jangan memanipulasi kasus pidana korupsi melalui rekayasa dengan sebuah perjanjian  kesanggupan 20 anggota dewan agar kelihatan seolah - olah perdata . Kajari Purwodadi sangat lihai memanipulasi kasus pidana khusus menjadi perdata tidak hanya kasus TKI , tetapi juga kasus pengadaan buku ajar SD/MI-SMP/MTs-SMA/MA tahun 2003 yang diendapkan melalui upaya gugatan perdata ke PN Purwodadi , sehingga seolah-olah dana APBD Grobogan TA 2003 - 2004 yang sudah dibayarkan ke PT Balai Pustaka sebanyak Rp. 25 Milyar tidak korupsi . 

Mumpung saksi-saksinya masih hidup, pelakunya juga masih hidup ( Agus Supriyanto, Septa Yuardi, Sutomo HP, Pangkat JW, Jatmiko, Rohadi , Sri Mulyadi dan lain-lain ) ngusutnya gampang. Kalau gampang ya jangan dibuat ruwet . Membuat ruwet agar ditonton rakyat karena kecipratan duit korupsi-an . 

Inat ..... buku-nya itu nggak terpakai saat didrop sebab buku lama dan isinya kurikulum lama . Apakah kalau barangnya tidak memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan sesuai kurikulum , tetap sah dan PT Balai Pustaka dianggap telah menyelesaikan pekerjaan / kontrak dengan benar ? 

Akal-akalan dengan otak kotor ..... sudah keterlaluan . Dan itu dilakukan oleh kepala daerah yang kongkalikong dengan Kajari Purwodadi . 

Kasus buku ajar tahun 2003 - 2004 harus dibuka kembali . Sebab diseluruh Kab / Kota yang melakukan pengadaan sejenis dengan menugaskan PT Balai Pustaka Jakarta, juga diusut tuntas . 

Apakah Kapolres Grobogan yang baru juga sudah dapat 86 ? 

Dokumen di Polres Grobogan tentang kasus buku ajar tahun 2003 ini sudah sangat lengkap dan itu bisa untuk memenuhi P 21 . Mengapa dipetieskan ?

Masih banyak kasus korupsi terkait dengan pengadaan barang / jasa yang terjadi beberapa tahun anggaran yang sudah lama terpendam, antara lain kasus waduk sangeh, kasus paket II jalan gajah mada Purwodadi, kasus renovasi gedung DPRD , kasus penggelapan dana KONI, kasus pembangunan pasar Godong tahun 2006/2007, kasus pelelangan mobil dinas kepada Imam Santoso kepada Sri Mulyadi, kepada Bambang Rusminto, kepada isterinya Maryono dengan harga sangat murah , kasus penyediaan dana liar untuk Muspida lewat Suradiyanto ( cucak DPPKAD ), kasus PDAM semasa Ir Mulyadi, kasus pembangunan betonisasi jalan Danyang - Kuwu, kasus dana bagi hasil cukai tembakau tahun 2008 - 2010 oleh Bappeda, kasus perjalanan dinas fiktif DPRD , kasus (pengelembungan) perjalanan dinas Dipenda semasa Pangkat JW dan lain-lain .  

MENGAPA BANYAK KASUS KORUPSI DI LINGKUNGAN PEMDA GROBOGAN TIDAK ADA PENYELESAIAN TUNTAS ?

Karena seluruh pelakunya di ATM oleh aparat penegak hukum .   

Sudah waktunya : sing salah SELEH . Kedungpane masih kosong dan mampu menerima kiriman dari Grobogan sekira 50 - an orang koruptor . 

Ikuti terus : tipikorngamuk.blogspot.com 

Semarang , 2 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar