Rabu, 29 Juli 2015

PEMENUHAN HAK WARGA BINAAN / NAPI TIPIKOR

WARGA BINAAN TIPIKOR MENGELUH 

Warga binaan hasil peradilan tipikor di jawa tengah Republik Indonesia, mengeluhkan konsistensi sikap Pemerintah Republik Indonesia dalam pelaksanaan Undang undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemertintah Nomor 99 Tahun 2012 .
MENGAPA ?
Tentu ada beberapa hal yang melatar belakangi terjadinya sikap inkonsisten Pemerintah dalam memandang narapidana / warga binaan tipikor , apakah masih perlu dipersulit dalam pengurusan hak haknya yang dijamin peraturan perundangan ketika warga binaan tipikor tersebut telah melaksanakan seluruh putusan Hakim , atau dilayani secara wajar atas dasar hukum dan kemanusiaan, atau dilayani dengan syarat tertentu . 

BAGAIMANA PRAKTEKNYA ?
Ada dasar pemikiran yang kurang tepat yang dipakai Pemerintah dalam memandang narapidana / warga binaan tipikor . PERTAMA, narapidana tipikor adalah pelaku kejahatan luar biasa, yang harus dibalas dengan hukuman yang luar biasa juga . KEDUA, narapidana tipikor adalah perusak perekonomian negara dan rakyat, sehingga harus dimiskinkan kecuali harus pula disiksa dengan pemenjaraan badan yang lama / panjang . KETIGA, narapidana tipikor adalah penghancur moralitas bangsa maka harus dibalas dengan seberat beratnya dari aspek sosial dan budaya.
Itulah praktek pelayanan kepada warga binaan / narapidana tipikor, tanpa memilah bagaimana kasus serbenarnya sehingga mereka bisa dikriminalisasi menjadi terjebak dalam pidana khusus / tipikor ? 

Pembebasan bersayarat, atau cuti bersyarat atau apalagi namanya, dinikmati dengan cara berbeda oleh warga binaan / napi tipikor yang sekarang mendekam di lembaga pemasyarakatan, sangat dipengaruhi oleh kebiasaan pelayanan pejabat setempat yang membangun kesepahaman dengan pejabat pejabat berwenang di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia di Jakarta .
Remisi dan atau pembebasan bersyarat / cuti bersyarat tidak diproses secara terpadu, walaupun dalam satu Kementerian Hukum dan HAM RI . Sehingga bisa terjadi , pemberian remisi kepada warga binaan tipikor diterbitkan tidak bersamaan dengan keputusan pemberian pembebasan bersyarat / cuti bersyarat . Akibatnya adalah suatu kerugian waktu bagi warga binaan tipikor yang bersangkutan, bisa menjadi mundur dari jadwal waktu kepulangannya karena masih mengurus revisi keputusan Pembebasan Bersyaratnya.

Dalam era keterbukaan informasi yang sudah dijamin oleh Undang undang tentang Transparansi Informasi kepada publik, tentu harus ada keberanian perubahan ethos kerja di jajaran kementerian Hukum dan HAM sampai di tingkat institusi Lembaga Pemasyarakatan , yaitu tidak lagi menyembunyikan sesuatu yang sebenarnya tidak digolongkan sebuah nformasi yang dirahasiakan . Masyarakat harus memahami juga bahwa hukuman badan berupa penjara bagi pelaku tipikor tidak hanya sekedar dari Hakim, tetapi ditambah lagi oleh adanya kebijakan ASIMILASI yang hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 itu bertentangan dengan Undang undang Nomor 12 Tahun 1995. Bagaimana sebuah negara yang mendeklarasikan sebagai NEGARA HUKUM, justru dalam praktek penyelenggaraan negara malahan melanggar hukum yang dibuatnya sendiri . Tidak pernah ada yang melakukan koreksi . 

Manakala ASIMILASI yang diberlakukan setelah 2/3 masa hukuman itu bisa dikurangi dengan remisi yang diberikan kepada warga binaan / narapidana tipikor, masih dapat ditoleransi, artinya tidak terlalu parah sikap arogansi Pemerintah dalam memperlakukan warga negaranya yang berstatus warga binaan tipikor itu . Semoga renungan ini didengar oleh Bapak Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia berikut jajarannya sampai di tingkat Lembaga Pemasyarakatan. Semoga dalam waktu cepat ada perubahan signifikan yang bisa diperoleh warga binaan tipikor .

BAGAIMANA WARGA BINAAN TIPIKOR DI JAWA TENGAH 

Kebanyakan mereka adalah bukan PENJAHAT LUAR BIASA sebagaimana yang diopinikan negara kepada rakyatnya. Kebanyakan mereka adalah korban ulah politik dari lawan, korban salah menafsirkan dari aparat penegak hukum yang melakukan kriminalisasi , korban titipan pihak pihak yang suka menyengsarakan orang lain yang dianggapnya harus disingkirkan . Dan masih banyak alasan lainnya , misalnya mestinya terlibat kekeliruan dalam ranah administrasi negara atau tata usaha negara, kemudian dipidanakan oleh Polisi atau Jaksa atas dasar laporan oknum oknum tertentu . 

Mereka pantas memperoleh kemudahan dalam mendapatkan haknya seperti remisi atau pembebasan bersyarat manakala mereka sudah memenuhi putusan hakim . 

Semoga Allah SWT MEMBERIKAN TAUFIQ DAN HIDAYAHNYA kepada Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dan Bapak Presiden Republik Indonesia .

Ikuti terus tipikorngamuk.blogspot.com

Semarang , 29 Juli 2015
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar